Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah masih menjadi perdebatan akademisi, apakah perlu Bahasa Indonesia dijadikan mata pelajaran wajib ? atau pertanyaan mengapa siswa mudah bosan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ? Jawabannya yang coba digali dalam Akademia ini.
Akademia keempat telah berlangsung dengan tajuk “Peran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum Digital”, yang dihadiri dua pemantik, yakni Yudha Tria (Ketua Bidang 1 Organisasi dan Kaderisasi BEM FKIP UHAMKA 2022-2023), dan Jasmine Kurnia (Wakil Ketua Umum HIMA PBSI FKIP UHAMKA 2022-2023).
Jasmine menjadi pemantik pertama dalam jalannya diskusi ini dengan memaparkan terkait definisi Bahasa dan kurikulum secara teoritis. Selain itu, ia juga menjelaskan terkait kurikulum di era digital sebagai pembelajaran yang temporal kini.
“Bahasa merupakan alat komunikasi untuk interaksi di tengah masyarakat. Bahasa begitu dekat pada masyarakat dan tidak dapat dilepaskan dalam tatanan bermasyarakat itu sendiri. Kurikulum era digital bersifat dinamis mengikuti tuntutan zaman dan pandangan ahli dalam penyesuaiannya”, ujar Jasmine.
Pandangannya terhadap bahasa tersebutlah yang coba ia sampaikan agar peserta menambah wawasan terkait kebahasaan. Selain itu salah satu pilar penting dalam pembelajaran ialah kurikulum, dinamisme perubahan kurikulum dalam pendidikan Indonesia dianggap menjadi persoalan yang tak kunjung usai.
Selanjutnya giliran pemantik berikutnya Yudha untuk memantik diskusi. Yudha menjelaskan terkait sejarah pergantian kurikulum demi kurikulum dalam sistem pendidikan di Indonesia, dimulai tahun 1947 sampai Kurikulum terbaru yakni Kurikulum Merdeka.
Menurut Yudha, “Kurikulum yang memiliki perubahan terus menerus inilah yang menimbulkan pertanyaan “ada apa ? “ di satuan pendidikan“.
Yudha juga menambahkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia tidak dapat dihapus begitu saja dalam kurikulum yang ada di Indonesia. Karena menurutnya bahasa Indonesia dapat memberikan pemahaman kepada siswa dalam berkomunikasi yang efektif dan efisien.
“Peran (pembelajaran) bahasa Indonesia agar sebuah pembelajaran efektif dan efisien. Bayangkan apabila tidak ada pembelajaran bahasa Indonesia, guru menjadi sulit untuk mengajarkan siswa terkait menulis dan berbicara yang tepat.” Ujar Yudha.