Mohon tunggu...
BEM FISIP UNMUL
BEM FISIP UNMUL Mohon Tunggu... Lainnya - UNIVERSITAS MULAWARMAN

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman memiliki peran strategis sebagai organisasi mahasiswa yang menjadi wadah aspirasi, penggerak kegiatan, dan penjaga harmonisasi antara mahasiswa, fakultas, serta pihak eksternal.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Refleksi Akhir Tahun Pemerintahan: Evaluasi Kebijakan, Penyelesaian Konflik, dan Penegakan Hak Asasi Manusia

29 Desember 2024   22:30 Diperbarui: 29 Desember 2024   22:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Oleh: M. Jamil Nur (Presiden BEM FISIP UNMUL)

      Tahun 2024 segera berakhir, meninggalkan sejumlah catatan kritis, khususnya dalam konteks pemerintahan di Indonesia. Sebagai tahun politik, 2024 yang dapat di rasakan oleh seluruh elemen masyarakat termasuk Gen Z, pemerintah memunculkan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak selaras dengan kepentingan masyarakat luas. Kebijakan-kebijakan ini cenderung merugikan kelompok pekerja, buruh, petani, nelayan, dan mahasiswa, sekaligus menguntungkan segelintir oligarki.

      Pada tahun ini, penanganan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih jauh dari harapan. Tidak ada upaya signifikan dalam mengusut dan menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Sebaliknya, berbagai tragedi dan konflik terjadi di masyarakat, termasuk perampasan ruang hidup, diskriminasi terhadap masyarakat adat, pembunuhan warga sipil secara represif oleh aparat, serta eksploitasi dan kerusakan sumber daya alam (SDA) yang berlebihan.

      Refleksi awal tahun 2024 sebagai tahun politik juga menyoroti proses Pemilihan Umum (Pemilu) yang diwarnai ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN). Pelanggaran ini mencederai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Selain itu, sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang relevan, seperti RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Perampasan Aset, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), tidak disahkan. Sebaliknya, pemerintah justru mengesahkan regulasi yang tidak berpihak kepada masyarakat, termasuk mengahdirkan RUU Penyiaran UU Cipta Kerja yang masih di anggap bermasalah.

      Begitu pun juga dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 memicu penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan hukum yang berlaku. Upaya mengubah putusan ini menciptakan gejolak yang semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Di sektor pendidikan, kebijakan Penerapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) menuai protes keras dari mahasiswa, meskipun akhirnya kebijakan ini tidak diterapkan. Namun, isu mahalnya biaya pendidikan tetap menjadi tantangan serius. Pada bulan Oktober 2024, Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, meskipun latar belakangnya yang terkait pelanggaran HAM berat memicu kritik tajam. Pemerintah dan aparat penegak hukum dinilai semakin kehilangan keberpihakan kepada rakyat. Kasus Harvey Moeis, yang divonis hanya 6,5 tahun penjara atas dugaan korupsi sebesar Rp 300 triliun, mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan kelas atas.

      Tahun ini juga diwarnai isu-isu regional, terutama terkait eksploitasi SDA. Reklamasi pasca-tambang sering kali diabaikan, menyebabkan meningkatnya korban jiwa, termasuk anak-anak yang meninggal di lubang tambang. Kasus pembunuhan dua masyarakat adat di Muara Kate, termasuk seorang tokoh adat Dayak, menyoroti persoalan hak masyarakat adat. Ancaman terhadap masyarakat adat di Pulau Rempang, akibat penggusuran paksa oleh pemerintah, juga menimbulkan keprihatinan mendalam.

      Di penghujung tahun, yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan dalam menyambut pergantian tahun, masyarakat justru dihadapkan pada kebijakan pemerintah berupa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kenaikan ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN, dengan dampak yang sangat dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Peningkatan harga barang kebutuhan pokok akibat kebijakan tersebut memperburuk ketimpangan ekonomi. Kelompok rentan, seperti buruh dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), juga terdampak secara signifikan karena pendapatan mereka tidak sebanding dengan kenaikan harga barang dan jasa.

      Catatan ini menjadi evaluasi dan kritik keras bagi pemerintahan Indonesia. Diperlukan langkah nyata untuk menyelesaikan berbagai bentuk pelanggaran HAM, mengakomodasi kepentingan masyarakat, dan menindak tegas aparat yang bertindak represif terhadap warga sipil. Pemerintah harus lebih serius mendengar suara rakyat dan menyelesaikan tragedi serta konflik yang melibatkan masyarakat adat, sembari mengatasi berbagai persoalan yang masih membayangi hingga penghujung tahun 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun