Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kebutuhan utama yang harus dipenuhi dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari. Hampir seluruh aktivitas yang kita lakukan membutuhkan BBM. Maka dari itulah, tingkat harga yang diberlakukan dalam BBM akan sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat kita. Dari zaman orde baru, hingga pada masa kini, BBM sudah pernah mengalami peningkatan harga sebanyak beberapa kali, serta dua kali penurunan harga. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan peningkatan maupun penurunan harga BBM yang sudah pernah terjadi di Indonesia:
Tahun
Harga Premium
Harga Solar
Masa Pemerintahan
1980
Rp 150
Rp 52,5
Soeharto
1991
Rp 550
Rp 300
Soeharto
1993
Rp 700
Rp 380
Soeharto
1998
Rp 1.200
Rp 600
Soeharto
2000
Rp 1.150
Rp 600
Gus Dur
2001
Rp 1.450
Rp 900
Gus Dur
2002
Rp 1.550
Rp 1.150
Megawati
2003
Rp 1.810
Rp 1.890
Megawati
Maret 2005
Rp 2.400
Rp 2.100
SBY
Oktober 2005
Rp 4.500
Rp 4.300
SBY
2008
Rp 6.000
Rp 5.500
SBY
2009-2012
Rp 4.500
Rp 4.500
SBY
Sumber: Kementrian ESDM
Terlihat bahwa, harga BBM dari zaman Soeharto hingga masa kini mengalami lonjakan harga yang begitu pesatnya. Pada tahun 1980, harga BBM bersubidi untuk jenis premium hanya sebesar Rp150,00 / liter dan Rp52,50 / liter untuk jenis solar. Harga tersebut berbeda sangat jauh dengan apa yang kita rasakan pada masa kini. Pada tahun 2014 sekarang, harga Premium Rp6500,00 / liter untuk jenis premium.
Fluktuasi harga BBM ini mengundang berbagai macam reaksi dari setiap golongan masyarakat. Kenaikan harga BBM pada umumnya menimbulkan sifat kontra yang timbul dari masyarakat, akibat dampak yang dirasakan dalam jangka pendek. Harga sembako yang melonjak tinggi, peningkatan tarif angkutan umum, biaya hidup yang semakin meningkat, merupakan contoh dari segelintir dampak yang ditimbulkan dari peningkatan harga BBM. Memang peningkatan harga BBM menyebabkan banyak dampak negatif lainnya. Contohnya saja adalah dapat menimbulkan menurunnya IHSG dan melemahnya Pasar Modal Indonesia, menurunnya efisieni produksi karena cost yang harus dikeluarkan menjadi lebih banyak, menurunnya potensi perusahaan jasa angkut dan pengiriman, serta akan menimbulkan efek domino yang menimbulkan inflasi, yaitu karena BBM meningkat, harga barang – barang akan meningkat, masyarakat akan membutuhkan lebih banyak uang untuk membeli segala kebutuhan hidupnya, rupiah beredar menjadi lebih banyak, serta akan berujung pada inflasi dan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap kurs asing.
Tetapi, tidak dapat dipungkiri. Negara kita ssuddah menginjak masa dimana pemerintah harus mengambil langkah untuk meningkatkan harga BBM, karena defisit yang terjadi pada Neraca Perdangan Indonesia selama ini. Tahun ini, biaya yang dikeluarkan hanya untuk mensubsidi BBM bagi masyarakat adalah sebesar Rp246,5 Triliun. Diperkirakan tahun depan beban ini akan meningkat lagi menjadi Rp291,1 Triliun pada tahun 2015. Apabila tidak segera ditangani, maka defisit kita akan menjadi lebih besar sekitar Rp45 Triliun. Bayangkan kalau nominal sebanyak ini kitaalokasikan untuk kegiatan yang lebih produktif lagi, dibandingkan dialokasikan terhadap kegiatan yang bersifat konsumtif seperti ini. Apabila kita alokasikan kepada hal lain yang lebih produktif, seperti bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan infrastruktur, dll.
Walaupun peningkatan harga BBM masih menimbulkan berbagai macam reaksi baik pro maupun kontra, pemerintah harus tetap menimbang – nimbang apa dampak yang ditimbulkan dari kebijakan yang akan ia ambil, serta kita sebagai masyarakat Indonesia harus terus mengontrol langkah – langkah yang akan diambil oleh pemerintahan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H