Pertama, menolak adanya kenaikan BPJS dan mengalihkannya dengan Mengadakan agenda yang didukung untuk menarik donatur dari pada investor. Maka harus adanya inisiasi untuk menggalakan dana supaya bisa menutupi angkat defisit BPJS. Seperti mengadakan agenda untuk melakukan konser amal yang disiasati untuk kepedulian kesehatan di negara kita.
Kedua, mendesak institusi terkait seperti DPR RI, BPK, BPKB, OJK, Dewan Pengawas Internal, DJSN dan KPK agar menindak tegas para pelaku fraud.
Karena melihat potensi fraud semakin besar ditiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan program JKN. Data semakin besar di tahun 2015 ada sekitar 178.000 data dengan nilai 400milyar yang diduga fraud, data melejit hingga 1juta klaim dan dengan asumsi hingga samapi 2 triliun.
Maka KPK harus menindak pelaku fraud layanan kesehatan per januari 2018. Sanksi ini sebenarnya merupakan teguran keras terhadap berbagai pihak yang seolah tak acuh terhadap isu kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional. Namun menurut Kementrian Kesehatan KPK dianggap belum menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.
Ketiga, perubahan sistem single pool agar tidak terjadi anomali subsidi. Seperti yang dilihat sistem yang digunakan sangat merugikan masyarakat hal ini disebabkan masih menggunakan sistem single pool dalam subsidi BPJS.
Bisa melihat sistem yang dilakukan di negara tetangga, yaitu Thailand, sebagai negara yang memiliki pengelolaan asuransi kesehatan bagus. Di sana ada tiga BPJS yaitu untuk miskin, PNS, dan pekerja.
Satu sama lain uangnya tidak boleh mengalir sana sini (pindah kelompok). Plus kelompok yang mengakses komersial, jadi mereka tidak menggunakan BPJS negara.
Melihat negara kita yang luas dalam mengatur kesehatan negara, maka harus adanya desetralisasi subsidi “Karena tidak mungkin satu instansi bisa mengontrol 200 juta lebih pesertanya, maka harus didaerahkan, didesentralisasi, supaya rentang kendali tinggi, supaya 2.500 rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan itu dapat dibina oleh gubernur dan bupati setempat,” kata Wapres Jusuf Kalla, saat menjelaskan tiga strategi mengatasi defisit BPJS Kesehatan tersebut.
Dan menurut Laksono saat di FK KMK UGM Yogyakarta “bukan (si miskin) mensubsidi (si kaya), (dana untuk si miskin) terpakai oleh kelompok yang lebih kaya karena single pool,” sistem single pool terbukti menjadi penyebab masalah terpakainya dana PBI untuk peserta non-PBI yang relatif tidak miskin. Hal ini berarti subsidi salah alamat.
Maka dari itu ketiga point ini semoga bisa dipertimbangkan kembali oleh pemerintah, supaya keadilan bagi kesehatan masyarakat bisa teratasi tanpa membebankan rakyat.dan semoga tuhan senantiasa mengiringi setiap langkah perjuangan semua elemen yang ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H