Tidak menariknya Pilkada Asahan untuk diulas sebagai bagian dari proses pendidikan politik masyarakat juga terlihat dari minimnya dinamika dan diskursus publik, terutama di media sosial. Ini berbeda dengan Pilkada Asahan Tahun 2010 yang sangat dinamis. Diskursus bahkan pro kontra, “perang” banner, dll di media sosial begitu ramainya di media sosial. Tetapi hasrat bertukar pemikiran yang selalu muncul, terus menggoda untuk mencari sudut pandang lain agar pilkada Asahan tetap menjadi sesuatu yang menarik untuk diulas. Maka, dalam tulisan itu, saya menggunakan perspektif yang lebih substansial untuk melihat dan memaknai kemenangan yang sesungguhnya (kemenangan sejati) dalam pilkada Asahan pada Desember nanti.
Sebagaimana diketahui bersama. pasangan Taufan-Surya didukung oleh kekuatan sembilan partai politik dengan total 36 kursi, yaitu Nasdem (1 kursi), PKS (3 kursi), PDI-P (7 kursi), Golkar (8 kursi), Demokrat (6 kursi), PAN (6 kursi), PPP (2 kursi), PBB (1 kursi), PKPI (2 kursi). Sementara itu, pasangan Nur-Amir didukung oleh kekuatan dua partai politik menengah dengan total 9 kursi, yaitu Gerindra (5 kursi) dan Hanura (4 kursi). Melihat kekuatan jumlah partai pendukung tampaknya secara diatas kertas, pasangan Taufan-Surya dengan dukungan 80% dari jumlah kursi partai politik di DPRD lebih berpeluang memenangkan pertarungan, dibandingkan pasangan Nur-Amir yang mengantongi 20% dukungan parpol.
Dengan perbedaan prosentase dukungan yang begitu mencolok tersebut, wajar jika pasangan Taufan-Surya bersama Tim Suksesnya begitu percaya diri memilih tagline “dua kemenangan”. Meskipun dalam politik perubahan bisa terjadi hitungan hari, bahkan jam. Maka dari itu, agar kemenangan pilkada dapat dilihat dan dimaknai secara substansial (kemenangan sejati), maka kita tidak harus menghitungnya dengan rumus konvensional 50%+1.
Jika prosentase dukungan perolehan kursi parpol untuk pasangan Taufan-Surya adalah 80%, maka secara substansial, kemenangan untuk pasangan Taufan-Surya harus dihitung menggunakan rumus 80%+1, bukan 50% +1. Itu artinya, jika dalam pilkada nanti Taufan-Surya hanya memperoleh suara 80% atau bahkan kurang, maka pada dasarnya secara substansial pasangan ini tidak dapat dikatakan telah memanangkan pilkada, karena suaranya lebih kecil dari modal yang dimiliki. Ibarat berdagang, pasangan ini bahkan dapat dikatakan bangkrut, karena tidak menghasilkan keuntungan atau malah rugi karena perolehannya lebih kecil dari modal.
Sebaliknya, jika dalam pilkada nanti pasangan Nur – Amir mampu memperoleh suara 20% +1 atau lebih besar dari jumlah modal parpol yang mendukungnya, meskipun masih dibawah pasangan Taufan-Surya, maka pada dasarnya secara substansial pasangan inilah yang telah memenangkan pilkada.
Dengan menggunakan rumus substansial seperti itu, maka peluangnya bisa saja menjadi berbalik. Sesuai beban target perolehan suara dibandingkan modal yang dimiliki masing-masing pasangan calon, Nur-Amir akan lebih berpeluang memenangkan pilkada dengan rumus 20% +1, daripada pasangan Taufan-Surya yang menanggung beban target lebih berat yaitu, 80%+1.
Padang (Kota Bengkuang), 18/09/2015, 00.55 WIB
Bem Simpaka
Sumber Photo Ilustrasi: http://www.andriewongso.com/files/uploads/articles/_PEMENANGSEJATIKEHIDUPAN.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H