Kekerasan seksual pada perempuan tidak ada habisnya dari dulu hingga sekarang dan sudah masuk ke dalam taraf berbahaya. Masih banyak korban-korban yang dirugikan akan perbuatan tersebut. Kekerasan seksual ini merupakan perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan yang menyerang tubuh atau reproduksi seseorang, ini dapat menyebabkan penderitaan psikis maupun fisik bagi para korbannya.Â
Kekerasan seksual ini bisa terjadi karena adanya perilaku memancing dari para korban sehingga para pelaku terdorong untuk melakukan pelecehan. Namun ada juga pelaku yang tiba-tiba melakukan pelecehan kepada korban yang bahkan tidak ada perilaku memancing dari korban. Tindakan ini juga bisa terjadi karena adanya ancaman-ancaman tertentu.
Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah sudah mengusulkan RUU TPKS sejak 2012 silam, namun seperti yang kita ketahui RUU TPKS ini tak kunjung disahkan. Hingga akhirnya pada 12 April 2022 kemarin, Rancangan Undang-Undang TPKS resmi disahkan menjadi Undang-Undang.Â
Adapun beberapa perjalanan RUU TPKS yaitu: 1). Digagas Komnas Perempuan (2012), 2). Rumusan RUU TPKS Matang (2014), 3). Masuk Prolegnas DPR RI (2016), 4). Keluar Masuk Prolegnas DPR RI (2019-2020), dan 5). Disahkan Senin, 12 April 2022.
Pengesahan UU TPKS pada rapat Paripurna kemarin tentunya sangat membantu para korban kekerasan seksual agar mendapat keadilan, karena jika ini dibiarkan begitu saja para korban akan terus-terusan merasa takut dan bisa menyebabkan gangguan pada psikisnya.Â
UU ini penting karena menekankan asas peraturan tindak pidana kekerasan seksual berdasar pada penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi korban, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum (Pasal 2 UU TPKS).
Undang-Undang TPKS dapat melindungi korban dari penyebaran konten pornografi dengan modus balas dendam, melindungi pemaksaan hubungan seksual, dan dapat melindungi perempuan dari pemaksaan perkawinan. Jika ada yang melukan hal-hal tersebut maka akan dikenakan sanski yang berat seperti di dendan hingga dipenjara.
Ini setidaknya dapat mengurangi dan melindungi kekerasan seksual pada wanita, sehingga wanita bisa hidup
Referensi :Â
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FHUI. (2018). Perbedaan Kekerasan Seksual & Pelecehan Seksual. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FHUI, 1–8. http://mappifhui.org/2018/10/30/serba-serbi-kekerasan-seksual-terhadap-perempuan/
Instagram @kumparanwoman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H