Mohon tunggu...
Belva Carolina
Belva Carolina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang pelajar yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indepedensi dan Netralitas Media Massa dalam Demokrasi di Indonesia

2 Juli 2023   22:19 Diperbarui: 2 Juli 2023   23:48 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aktivitas jurnalisme. Sumber: Pexels/Redrec

Berdasarkan artikel berjudul "The Role of Media in Democracy: A Strategic Approach", disebutkan bahwa media memiliki dua peran penting dalam demokrasi. Pertama, media yang bebas, objektif, dan terampil menjadi komponen penting dalam masyarakat demokratis karena memberikan informasi yang diperlukan oleh masyarakat dari pemerintah sebagai pembuat keputusan dan kebijakan yang bertanggung jawab dan terinformasi. Kedua, media juga berfungsi sebagai pengawas dan pemeriksa yang memastikan bahwa pejabat terpilih memenuhi janji-janji kampanye dan menjalankan tugas sesuai dengan kinerja yang diharapkan.

Independensi dan netralitas media penyiaran telah diatur secara hukum yang tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Bab IV Pelaksanaan Siaran Pasal 36 Ayat 4 yang berbunyi "Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu" dan juga tercantum dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Tahun 2012 Bab VII Perlindungan Kepentingan Publik Pasal 11 Ayat 2 yang berbunyi "Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran.". 

Dalam mewujudkan media penyiaran yang independen dan netral, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk, dengan penafsiran:

  1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

  2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

  3. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

  4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. 

Namun, di tengah kemajuan gelombang internet dan komunikasi digital, media massa bersaing dengan media sosial dalam memberikan berita dengan penyematan judul sensasional yang memantik atensi publik dan berfokus pada seberapa banyak rating dan klik yang bisa diperoleh, mengakibatkan penurunan kualitas transformasi berita di media. Saat ini, jumlah media sangat melimpah, berbeda dengan masa lampau di mana jumlah media konvensional dengan durasi tayangan atau ruang yang terbatas sehingga mendorong media untuk fokus menjaga kualitas pemberitaan dan melakukan investigasi mendalam tanpa mempertimbangkan persaingan seperti yang terjadi saat ini. 

Terutama dalam media daring, sumber pendapatan diperoleh dari pengiklan visual, kemitraan dengan klien, kontribusi pembaca atau pengguna, dan kerjasama dengan penerbit digital seperti Google AdSense. Oleh karena itu, ada tekanan besar untuk mendapatkan sebanyak mungkin klik, karena hal itu penting bagi media sebagai penopang biaya infrastruktur yang besar.

Selain adu cepat dalam mendapatkan klik dan tuntutan untuk menghasilkan banyak berita, faktor lain yang memengaruhi kualitas berita adalah kepentingan investor dan pemilik media. Dalam buku "Kuasa Media di Indonesia: Kaum Oligarki, Warga, dan Revolusi Digital" karya Ross Tapsell, digitalisasi telah menyebabkan industri media massa di Indonesia mengalami konglomerasi yang memungkinkan oligarki pemilik media semakin mendominasi untuk mendukung agenda politik dan memiliki pengaruh yang kuat dalam persepsi publik sehingga memicu polarisasi politik.

Kepemilikan media massa memiliki keterkaitan yang erat dengan kepentingan politik. Rakyat Indonesia telah merasakan bagaimana Pemilu 2014 dan 2019 telah memecah belah identitas politik, di mana media massa terlibat dalam pemetaan tokoh-tokoh politik tersebut. Pada Agustus 2019, Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merilis survei yang menunjukkan tingkat kepercayaan publik terendah terhadap media massa selama Pemilu 2019, dengan persentase 66,3% responden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun