Setelah semester 6 selesai, saya sebagai Mahasiswa Universitas Gadjah Mada diwajibkan untuk melakukan pengabdian, yaitu kuliah kerja nyata atau KKN. Saya diundang oleh teman saya satu prodi pada bulan September saat semester 5 untuk melakukan KKN di Pulau Bawean, Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Ajakan untuk melakukan KKN di suatu pulau terdengar sangat seru, lalu tanpa pikir panjang saya terima ajakan itu tanpa mencari tahu lebih dalam dimanakah Pulau Bawean terletak. Hanya disebutkan nama tim yang akan digunakan dan dapat dicari melalui instagram, yaitu Baweanesia.
Beberapa rapat dan pertemuan dilalui bersama tim yang sudah dibentuk hingga selesai waktu Ujian Akhir Semester 6. Rapat dilakukan untuk mempersiapkan segala kebutuhan sebelum berangkat menuju lokasi KKN. Tak terasa waktu sudah datang untuk dilakukan penerjunan menuju Pulau Bawean. Pada hari Minggu, tanggal 25 Juni malam hari kami berangkat dari kampus kami, UGM di Yogyakarta, menuju Gresik untuk bertemu dengan ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Gresik di pada hari Senin pagi tanggal 26 Juni. Perjalanan berjalan dengan lancar tanpa masalah dan kami tiba di Gresik dini hari jam 3 pagi.Â
Sesampainya di Gresik, kami disapa dengan angin pagi kota pesisir. Angin daratan yang bertiup ikut menyapu lokasi dimana kami berada, yaitu Kantor Pemerintahan Kota Gresik. Suasana pagi yang sunyi menenangkan kami yang baru datang.Â
Kami segera membasuh badan dan melakukan Sholat Subuh bersiap-siap sebelum bertemu dengan ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Gresik. Kami bertemu dengan ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Gresik dan Wakil Bupati Gresik yang menyambut kedatangan kami dan memberangkatkan kami ke Pulau Bawean. Setelah disuguhi sarapan dan kehangatan, kami lanjut berangkat menuju ke pelabuhan Kota Gresik.Â
Pelabuhan Kota Gresik memang tidak besar, namun cukup ramai dan sibuk dengan calon-calon penumpang yang ingin menyebrangi lautan menuju Pulau Bawean. Kami menurunkan muatan bus kami lalu menyewa pramuantar untuk mengangkat barang kami yang terhitung banyak. Kami melewati ruang tunggu yang ramai dengan bergegas karena kedatangan kami dekat dengan waktu keberangkatan kapal, jam 9 pagi. Sebelum memasuki kapal, kami melihat barang kami nyaris dilempar-lempar oleh pramuantar untuk dimasukkan dalam kapal.Â
Tim logistik kami segera menghampiri pramuantar yang ada dan menghimbau untuk tidak melempar barang kami agar barang-barang bawaan kami yang mudah rusak tidak terbanting. Kami menaiki kapal satu persatu, ke dalam ruangan yang penuh dengan penumpang dan barang-barang yang tidak masuk ke dalam ruangan kargo. Ternyata memang begitulah strategi penumpang reguler yang menggunakan kapal ekspres menuju bawean, barang bawaan yang mereka miliki dapat ditaruh di tempat kosong yang tidak digunakan.Â
Jam menunjukkan pukul 9, kapal mulai bergerak menjauhi daratan Jawa. Sedikit rasa gundah mendatangi diri dalam rangka meninggalkan pulau asal menuju pulau terpencil selama 50 hari penuh hingga bulan Agustus nanti. Namun tekad yang sudah dibentuk bersama anggota Baweanesia menguatkan perasaan saya hingga semua ragu terhapuskan. Kian waktu berjalan, pandangan kami semakin kehilangan sosok Pulau Jawa, tenggelam ke dalam batas cakrawala.Â
Goyangan ombak ringan membuat sedikit tantangan bagi kesadaran yang kemudian saya lawan dengan obat Antimo yang saya minum untuk membantu saya tidur. Ketika terbangun pada pukul 2 siang, saat melihat jendela sudah terlihat samar-samar daratan dari Pulau Bawean yang membentang lebar. Saya dan kedua teman saya berjalan ke atas kapal untuk melihat lautan lepas dan bentuk Pulau Bawean yang secara perlahan menampakkan diri. Setelah mengambil beberapa foto, saya kembali ke dalam kapal karena ingin menggunakan toilet secara segera, walau pada akhirnya tetap terdapat antrian pada dalam kapal yang tak kunjung selesai.
Aba-aba dari teman-teman mulai muncul pada grup whatsapp kami, untuk tidak tergesa-gesa turun sebab akan ramai dengan penumpang yang ingin turun juga. Kapal mulai mendekati pelabuhan dan akhirnya berhenti kemudian diikatkan pada besi penahan di sisi pelabuhan agar tetap di tempat. Penumpang mulai berdesakan turun dan kami mulai ikut turun saat sekitar setengah dari penumpang tersisa pada kapal. Saat turun, kami langsung siap sedia menerima barang bawaan kami dari kargo yang berpita merah dan putih sebagai identitas barang bawaan tim Baweanesia.Â
Setelah menerima barang-barang kami, kami menunggu kendaraan muatan untuk membawa barang-barang kami menuju Desa Kepuhteluk. Namun sebelum menyentuh pondokan, kami menyusuri jalanan kecamatan utama Pulau Bawean, yaitu jalanan Kecamatan Sangkapura.Â
Sangkapura yang relatif lebih maju daripada Kecamatan Tambak yang kita tempati memiliki berbagai fasilitas lengkap dan memang sudah lumayan ramah wisatawan dengan objek-objek wisata dan akomodasinya yang lumayan terlengkapi. Kami melewati alun-alun Sangkapura, yang menurut supir truk kami yang merupakan warga Kepuhteluk, saat malam akan tersedia warung-warung yang menjual jajanan-jajanan yang tidak kalah populer untuk dibeli.