Mohon tunggu...
I Made Sarjana
I Made Sarjana Mohon Tunggu... Petani - Orang desa penjelajah nusantara

Petani bekerja dengan hati, nyambi jadi peneliti untuk kemajuan negeri

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Promosi Destinasi Super Prioritas Danau Toba Itu "Ngeri-Ngeri Sedap"

16 Juni 2022   06:04 Diperbarui: 16 Juni 2022   14:28 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gagal Kunjungi Toba awal 2021, Kini "Toba" hadir di depan mata (Dok Pribadi)

Saat ini pecinta film layar lebar Indonesia sedang euforia menikmati komedi layar lebar bertajuk "Ngeri-ngeri sedap". Film yang diluncurkan 2 Juni 2022, telah ditonton lebih dari dua juta orang dan Mentri Luhut B. Pandjaitan dikabarkan meneteskan air mata saat menonton film yang dibintangi para komika itu. Penulis berkesempatan merasakan kebahagiaan penduduk Indonesia yang terhibur oleh film garapan Bene Dion itu.

Sejatinya kehadiran penulis di sebuah gedung bioskop di bilangan Jalan Teuku Umar, Denpasar tidak sengaja alias tidak direncanakan. Kamis (16/6) penulis menginap di Denpasar bersama putra sulung yang akrab dipanggil Andre Sastra. 

Sekitar pukul 19.00, Andre Sastra mengajak nonton film. "Ada film bagus nich, nonton yuk pak! Udah lama kita tak pernah nonton," kata dia merajuk. 

Penulis awalnya menolak berangkat ke bioskop, karena penulis mengundang kawan-kawan tim peneliti untuk rapat secara daring untuk membahas finalisasi laporan penelitian di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. 

"Iya, nanti habis rapat kita nonton," kata penulis menjawab permintaan si sulung sekenanya. Jawaban itu meluncur setelah memperhatikan raut muka si sulung yang penuh harap, penulis tak kuasa menolak.

Mendengar judul "ngeri-ngeri sedap" sejurus penulis merenung, penulis ingat jargon ini milik politisi Partai Demokrat Sutan Batugana (almarhum), hanya saja penulis tidak bisa menerka seperti apa jalan cerita atau gendre filmnya. Maklum sejak masa pandemi, penulis relatif tidak begitu tertarik bahas film. Selain tinggal di kampung, penulis merasa terlalu "tua" untuk jalan-jalan ke bioskop. Jadi tak pernah membayangkan akan duduk dibangku bioskop lagi sejak dua tahun silam.

Setelah duduk menikmati alur cerita ditingkahi keindahan Danau Toba sebagai lokasi pengambilan gambar, penulis merasa bahagia dan terharu. Bahagianya, penulis menikmati akting aktor dan artis kesukaan seperti Boris Bokir dan Tika Panggabean. Alur cerita yang menarik, kendati dipahami sebagai film komedi namun mampu mengharu biru perasaan penonton.

 Sama seperti Opung Luhut, tak terasa air mata penulis juga menetes ditengah ketawa ngakak akibat akting para pemain film. Singkatnya, penulis sangat angkat topi dengan kemampuan sutradara mengarahkan film Ngeri-Ngeri Sedap itu.

Banyak pesan moral yang dapat dipetik dari film itu, secara sosial melukiskan adanya upaya masyarakat lokal untuk mempertahankan "tradisi" secara kaku. Misalnya, orang batak mesti menikah sesama batak, atau rumah batak diwariskan kepada anak bungsu. 

Film ini menjadi menarik karena ada pertikaian antara ayah dan anak laki-laki soal nilai-nilai tadi. Entah ada misi "terselubung" atau upaya si sulung mengajak saya memahami peran ayah dalam keluarga. Setidaknya, dia menyinggung dialog bahwa jadi orang tua itu tak pernah lulus, dan mesti belajar terus. 

Yeah katanya sih, ketika anak berkembang, orang tua (ayah) mesti ikut berkembang. Tapi, saya lebih tertarik mengcopy pendapat Indra Jegel, bahwa jadi orang tua harus mampu memberi rasa nyaman kepada anaknya sehingga dia mesti siap jadi pendengar aktif. 

Sejatinya, peran jadi active listener sudah saya terapkan sejak persiapan kuliah ke Belanda, waktu penulis kursus bahasa dan komunikasi antar budaya di UI Salemba Oktober 2008 hingga April 2009. Jadi kadang penulis menuruti kemauan anak karena penulis mendengar aspirasinya. Kendati tak begitu berminat datang ke bioskop, ya iyakan sajalah. Hitung-hitung melepas penat, agar tidak mumet he he.  

Jadi pendengar aktif, ujungnya nikmati
Jadi pendengar aktif, ujungnya nikmati "Ngeri-Ngeri Sedap". (Dok Pribadi)

Ada sisi lain yang menarik dari moment penulis menonton film "Ngeri-ngeri sedap" terkait dengan penulis sedang mendalami kajian pariwisata, sejak menyelesaikan kuliah di MSc. Programme Leisure, Tourism and Environment (MLE) di Wageningen University dan Research (WUR) Belanda. 

Film ini menjadi kontribusi para sineas dalam pembangunan pariwisata khususnya dimensi pemasaran pariwisata. Seperti diketahui dalam UU No 10 tahun 2009, pembangunan pariwisata terdiri dari empat dimensi yakni destinasi, industri, pemasaran dan kelembagaan.

Film ini menjadi juga penawar rindu penulis yang batal hadir melakukan site visit (observasi lapang) di Destinasi Super Prioritas (DSP) Toba awal tahun 2021. 

Kala itu Pusat Unggulan Pariwisata (PUPAR) Unud tempat penulis berkiprah sebagai peneliti pariwisata dipercaya Direktorat Kajian Strategis Diputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf untuk meneliti bertemakan "Kajian Pemulihan Pariwisata Indonesia Melalui Pariwisata Berkualitas". Kajian tersebut dilakukan di tiga DSP yakni Toba, Borobudur, dan Labuan Bajo. 

Penulis menjadi penasaran dengan DSP Toba, mengingat penulis sudah mengantongi tiket pesawat, dan sudah nenteng koper mau ke Bandara Ngurah Rai untuk berangkat ke DSP Toba, namun karena badan panas tinggi jadi tidak mendapatkan ijin terbang. Harapan penulis menikmati suasana alam Danau Toba pupus sudah. 

Hanya mendengar cerita, kemegahan pemandangan alam Danau Toba, dan film "Ngeri-Ngeri Sedap" menghadirkan suasan Danau Toba di depan mata. Penulis sangat takjub, dan seolah-olah sudah pernah kesana. Ini alasan berbeda yang menyebabkan mata penulis sembab menonton film tersebut.

Hasil Kajian Penulis bersama Tim Pupar terkait Pariwisata berkualitas di DSP Toba, Borobudur dan Labuan Bajo. (Dok Pribadi)
Hasil Kajian Penulis bersama Tim Pupar terkait Pariwisata berkualitas di DSP Toba, Borobudur dan Labuan Bajo. (Dok Pribadi)

Refleksi penulis terhadap film "Ngeri-Ngeri Sedap" bahwa film tersebut tidak hanya sekedar menghibur masyarakat, tetap pembuatan film tersebut bertujuan memperkenalkan budaya Batak kepada khalayak nusantara. Lebih dari itu, sineas dan aktor yang umumnya berasal dari Sumut serta pemerintah setempat ingin menunjukkan bahwa DSP Danau Toba sudah layak dikunjungi. 

"Ini sarana promosi yang bagus tentang Danau Toba, Pak!" ujar Andre Sastra begitu lampu bioskop dinyalakan. Saya pun mengangguk pertanda setuju atas pernyataan si sulung yang menggeluti dunia photography dan pemasaran digital. 

Ada banyak destinasi wisata pamornya meningkat setelah dipilih sebagai lokasi pembuatan film. Sebut saja lokasi pengambilan gambar Harry Potter, Aquaman atau yang lainnya. Jadi, DSP Danau Toba semakin memikat wisatawan untuk berkunjung setelah menyaksikan film "Ngeri-Ngeri Sedap". Pokoknya promosi destinasi wisata melalui film pasti sedap, tidak bikin ngeri he he. (*)   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun