Masih segar di ingatan kita, kecelakaan lalu lintas yang terjadi beberapa hari lalu. 28 Januari 2014 merupakan hari yang kelam bagi M. Faizal Bustamin (28). Dia terpaksa kehilangan dua orang yang dicintainya dalam sekejap mata. Istri tercintanya, Windawati (27) dan calon si jabang bayi yang berusia lima bulan, meninggal dengan cara yang cukup tragis.
Pada malam naas itu, pukul 22.00 WIB, M. Faizal Bustamin (28) sedang memboncengkan istrinya dari Kampung Melayu menuju Tanah Abang. Mereka menggunakan sepeda motor Honda Beat B 3843 LA. Sang Suami mengendarai sepeda motor di jalur Jalan Layang Non Tol yang tidak diperuntukkan bagi pengendara sepeda motor.
Ketika itu, Faizal (28) menerima kabar dari temannya yang terlebih dahulu menggunakan jalur tersebut, bahwa di ujung Jalan Layang Non Tol sedang ada razia. Tak ingin terkena razia, Faizal (28) kemudian memilih memutar sepeda motornya dan melawan arus di jalan yang hanya boleh digunakan kendaraan roda empat. Akibatnya, seperti yang kita telah ketahui bersama, motor pasangan ini dihantam oleh mobil Honda City dengan Nopol B 8542 RS yang dikemudikan Tomy Reymon (25).
Kecelakaan terjadi saat motor dan mobil melintas di depan ITC Ambassador. Fatal akibatnya. Akibat tabrakan tersebut dua nyawa melayang sia sia. Faizal mengalami patah tangan dan kaki. Sedangkan istrinya, Windawati, jatuh dari jalan layang dengan ketinggian 15 meter. Sebelum tubuhnya terhempas, Windawati (27) sempat menyasar pohon. Sungguh tragis mengingat Windawati (27) sedang mengandung lima bulan.
Terlepas dari segala pro dan kontra yang muncul dan berbagai fakta yang menyudutkan Faizal, hendaknya peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bagi kita. Berbagai fakta - fakta mengenai kecelakaan maut tersebut sudah banyak diberitakan di berbagai media online. Bukan porsi saya untuk mengulas hal tersebut.
Kepatuhan berlalu lintas masih menjadi masalah di negeri ini. Peraturan lalu lintas yang diciptakan oleh aparat penegak hukum tentu sudah dipikirkan secara matang. Segala kebaikan, keburukan, resiko yang terkandung dalam berlalu lintas sudah dimaktubkan oleh kepolisian. Namun, entah kenapa oknum oknum pengendara kendaraan bermotor di Indonesia gemar sekali melanggar aturan. Bahkan ada kebanggaan ketika melanggar aturan tanpa ketahuan.
Hal sederhana namun krusial, tindakan para pengendara sepeda motor yang kerap melawan arus contohnya. Dengan dalih ingin segera tujuan, efisiensi waktu, dan berbagai argumen lainnya, pengendara sepeda motor kerap menantang maut. Walaupun mereka telah mengambil jalan paling pinggir dan menyalakan lampu sign, tetap saja berkendara melawan arus lalu lintas sangat tidak dibenarkan. Kita berada di posisi kanan badan jalan. Mobil dan motor yang melintas berada di kiri kita. Bukan salah mereka apabila terjadi senggolan atau gesekan ke pengendara yang melawan arus. Jalan tersebut menjadi hak pengendara berada di jalurnya bukan yang melawan arus. Bukan kewajiban pengendara kendaraan untuk memberikan jalur bagi pelawan arus ini. Tidak perlu mengalah. Tidak perlu diberi ruang. Alangkah baiknya bila para pelawan arus ini ditegur.
Resiko lain dari melawan arus adalah, mobil atau motor yang melaju dari jalan sebelah kanan tidak melihat kemunculan para pelawan arus dari sebelah kiri. Pengemudi dari belokan tersebut tentunya berkonsentrasi melihat jalan yang berada di sebelah kanannya ketimbang sebelah kiri. Tentunya pengemudi ini akan terkejut dengan kehadiran pelawan arus yang nekat. Kecelakaan tidak dapat dielakkan.
Ketika sedang mengendarai sepeda motor, saya kerap melihat pengendara sepeda motor yang melawan arus. Ironisnya malahan mereka yang lebih galak ketika saya tidak memberi jalan. Sebagai contoh di Jakarta, pertigaan Jalan Pramuka - Jalan Tambak - Jalan Proklamasi, di situ saya kerap melihat para pelawan arus. Jalan Proklamasi seharusnya ditujukan satu arah dari Jalan Pramuka menuju jalan Jalan Tambak atau Jalan Proklamasi. Namun banyak para penantang maut ini melaju dengan kencang melawan arus dari Jalan Proklamasi menuju Jalan Pramuka.
Itu baru contoh kecil yang sehari hari terjadi di sekitar kita. Belum perilaku - perilaku pelanggaran lainnya yang memprihatinkan. Berpikir sederhana, berkendaralah dengan tertib. Tidak ada yang salah dengan sedikit bersabar mentaati peraturan di jalan raya. Keluarga kita menanti di rumah bukan di rumah sakit atau bahkan di kamar jenazah. Drive Safelly!