Tidak habis dibagian ini saja tentunya, bisnis pun itu merupakan suatu politisasi dalam dunia sepak bola yang bisa disebut politik praktis juga. Amat berbahaya ketika para mafia bisnis bermain di sepak bola atas dasar kepentingan profit semata atau keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik klub.
Hal ini sangat memungkinkan terjadinya hal-hal seperti pengaturan skor, intervensi wasit pertandingan, bahkan bisa menyebabkan gesekan antar klub dan supporter, seperti kejadian pada stadion Gelora Bung Tomo yang dirusak oleh pendukungnya sendiri akibat tidak terima dengan skor pertandingan.
Kalau dilihat secara historis sebenarnya bukan pada hari ini saja politik praktis dalam sepak bola terjadi, pada zaman kemerdekaan pun begitu, perbedaannya pada masa kemerdakaan sepak bola digunaka untuk persatuan perjuangan dan nilai-nilai yang begitu humanistik.
Dapat kita contohkan kisah MH Thamrin dan Otto Iskandar D yang begitu dekat dengan klub tercinta, Persib dan Persija pernah menjadi sebuah jalan bagi kedua tokoh tadi dalam meneruskan semangat sumpah pemuda.
Bahkan bapak republik atau kerap disebut Tan Malaka menganggap sepak bola adalah salah satu alat perjuangan, selain beliau tokoh tokoh masa lalu seperti Sutan Syahrir, Moh Hatta hingga Dr. Soetomo mereka semua ada penggila sepak bola pada masanya.
Bagi Dr. Soetomo beranggapan bahwa sepak bola bukan hanya soal fisik tetapi melatih mental juga, berupa semangat yang revolusioner yaitu menjadikan sepak bola sebagai penyebar semangat perlawanan pada kala penjajahan.
Sepak bola dan politik sudah seharusnya dipisahkan, sebab kedua itu merupakan hal berbeda tentunya, bahkan aturan seperti itu sudah ada di lembaga resmi sepak bola internasional yang kerap disebut FIFA, dengan tegas FIFA melarang hal berbau politik mencampuri dunia sepak bola.
Bukan tanpa alasan, tetapi berselingkuhnya sepak bola dengan politik praktis akan menghasilkan politiknya saja yang menonjol, hakikat sepak bola nya bisa terkikis.
Sepak bola tetaplah sepak bola bukan bicara politisasi sepak bola untuk kepentingan segelintir orang, pada hakikatnya sepak bola adalah harus sportif dan fair play. Terpenting pada sepak bola ialah ketika ia dijadikan sebagai kendaraan politik maka jati diri nya akan hilang.
Sepak bola indonesia yang meski sudah banyak melakukan perbaikan demi perbaikan tetap sajsa hari ini belum menemukan sesuatu yang cerah, memang perlu secara system di perbaiki, bahkan regulasi regulasi yang ada sudah semestinya di revisi dan dipertegas terkait sanksi-sanksi aktor politik yang bermain di dunia sepak bola,baik itu politikus, mafia-mafia pembisnis maupun aktor-aktor yang menggunakan sepak bola sebagai panggung politik praktis.
Semua ini tentunya harus didasari dengan penyadaran terhadap seluruh elemen sepak bola baik penyelenggara, klub beserta jajaran, supporter dan masyarakat luas dalam melihat dunia sepak bola Indonesia, ketika kesadaran sudah dibangun secara meluas maka besar kemungkinan sepak bola Indonesia bisa maju dan cemerlang pada masa yang akan datang pastinya tanpa ada campur aduknya politik di dalam sepak bola.