Gangguan kesehatan dapat terjadi akibat kandungan bahan kimia seperti merkuri yang digunakan pekerja dompeng untuk memisahkan emas yang menyatu dengan pasir atau partikel lain. Penggunaan merkuri dapat bermanfaat bagi penambangan jika digunakan sesuai aturan. Namun merkuri akan berbahaya jika pemisahan emas dan pasir dilakukan di aliran sungai yang sering dilakukan oleh pekerja dompeng. Beberapa masalah kesehatan yang dapat terjadi adalah penyakit Disfungsi Hati (kegagalan kerja organ hati), kelumpuhan, mati rasa, tremor, diare, Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA), penyakit mata, Vertigo (pusing yang disertai dengan kepala rasa berputar), keguguran kandungan, dan penyakit kulit [3].
Seiring berjalannya waktu, polisi giat melakukan razia dompeng di aliran sungai. Sehingga pemilik dompeng mengalihkan usahanya ke lokasi yang jauh dari jangkauan, yaitu di dalam hutan atau perkebunan.
Pekerja dompeng yang banyak ditemukan meninggal dunia adalah di lokasi yang berada di dalam hutan atau perkebunan ini. Hal ini disebabkan oleh galian yang besar-besaran dilakukan oleh pekerja untuk menemukan emas di bawah lapisan tanah.
Fenomena Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) harusnya dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat umum khususnya Kuantan Singingi. Pasalnya kegiatan ini semakin banyak memberikan dampak buruk akibat pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai aturan. Sehingga mari sama-sama kita mengingatkan keluarga untuk tidak ikut melakukan pekerjaan ini agar dapat menjaga kelestarian alam dan juga kesehatan kita semua.
Referensi :Â
Pattimahu, D., V, Siahaya, A., N., & Pattimahu, T., V. (2021). Dampak Penambangan Emas Terhadap Lingkungan di Desa Tamilouw Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. 90-96.
HM,P., et.al. (2023). Mengatasi Problem Sosial Penambangan Emas Ilegal Melalui Segitiga Kebijakan di Kabupaten Merangin Jambi. Journal of Governance Innovation, 5(2) 251-270.
Masruddin & Mulasari, S., A. (2021) Gangguan Kesehatan Akibat Pencemaran Merkuri (Hg) pada Penambangan Emas Ilegal. Jurnal Kesehatan Terpadu (Integrated Health Journal), 12(1).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H