Imunitas diplomatik adalah salah satu prinsip berbasis hukum internasional dasar yang bertujuan untuk memastikan kelancaran hubungan antar negara. Secara harfiah, perlindungan ini berlaku kepada agen diplomatik dalam melakukan pekerjaan yang melibatkan tugas resmi mereka tanpa takut diserang negara penerima. Namun, ada permasalahan ketika agen diplomatik berperilaku di luar misi diplomatik atau membalas kasih pada perbuatan melawan hukum dan Majelis misinya. Oleh karena itu saya akan membahas mengenai bagaimana hukum internasional menjamin imunitas agen diplomatik dan perlindungan negara saat agen diplomatik melakukan pelanggaran berdasarkan hukum di luar kerangka misi diplomatik. .
Landasan Hukumnya Imunitas Diplomatik
Imunitas diplomatik sendiri diatur di dalamnya Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961 yang merupakan kerangka hukum internasional utama yang berbasis pada hubungan diplomatik. Imunitas ini bertujuan menyelamatkan perlindungan berbagai agen diplomatik, sehingga mereka dapat menyelesaikan tugas tanpa intervensi Negara penerima. Pasal 29 Konvensi ini menyatakan bahwa agen diplomatik tidak boleh ditangkap dan ditahan, serta diganti pengalihan kejetilan pidana, perdata, dan administratif pemerintahannya. Namun, imunitas ini memiliki batasan. Pasal keempat satu konvensi Wina menggambarkan sejarahnya bahwa setiap agen diplomatic wajib menghormati kewajiban hukum dan peraturan Negara penerimanya. Selain itu, harus dihindari untuk ikut campur dalam urusan domestik Negara tersebut. Sejatinya, meskipun memenuhi imunitas, agen diplomatik diharapkan dapat mengontrol tindakan pada kedudukan situasi yang dijalani.
Tindakan Agen Diplomatik di Luar Misi Resmi
Salah satu permasalahan umum adalah ketiadaan tindakan agen diplomatik di luar misi resmi, misalnya kejahatan, pelanggaran hukum, atau kegiatan yang merugikan negara penerima polisi. Permasalahan ini sering disertai dengan dilema, karena pengertian imunitas diplomatik. Negara penerima tidak bisa menuntut agen diplomasi, karena berhubungan dengan imunitas, tetapi negara tersebut juga harus menjaga kedaulatan hukum di dalam wilayah mereka. Seperti Pasal 31(1) Konvensi Wina mencakup dalam imunitas agen diplomatik semua tindakan, baik yang di materi kapasitas resmi maupun pribadi, tetapi yang mengindikasi pengecualian, Pasal 31(1)(c) mengatakan bahwa tindakan tindakan agen diplomatik yang berhubungan dengan aktivitas profesional dan komersial diluar tugas/resmi agen tersebut tidak diimbau oleh imunitas diplomatik.. Sebagai contoh, maka tindakan pidana pribadi agen diplomatik, jika agen diplomatik membuka bisnis di negara penerima dan melanggar hukum, misalnya perjudian, maka imunitas tidak dipakai. Dan agen diplomatik yang tindak pidana berat, misalnya pembunuhan, pengedaran narkoba, wilayah penerima memiliki kebebasan mengatakan mereka sebagai persona non grata yaitu tidak lagi diterima di negara tersebut dan keluar wilayah negara penerima.
1.Pencabutan Imunitas
  Dalam beberapa kasus, negara pengirim dapat mencabut imunitas diplomatik agar negara penerima dapat menegakkan hukum terhadap agen tersebut. Pencabutan imunitas ini bersifat sukarela dan jarang terjadi, terutama dalam kasus-kasus yang sensitif secara politik.
2.Pemanggilan Pulang dan Sanksi Internal
  Jika agen diplomatik melanggar hukum setempat, negara pengirim biasanya memanggil pulang agen tersebut dan menjatuhkan sanksi sesuai hukum nasionalnya. Ini dilakukan untuk menunjukkan komitmen negara pengirim terhadap hubungan diplomatik yang baik.
3.Tanggung Jawab Internasional Negara Pengirim
  Jika tindakan agen diplomatik menyebabkan kerugian serius bagi negara penerima, negara pengirim dapat dimintai tanggung jawab berdasarkan hukum internasional. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa tindakan agen diplomatik, meskipun bersifat pribadi, tetap mencerminkan negara pengirim.
Kasus-Kasus Terkait Imunitas Diplomatik
Terdapat beberapa kasus terkenal yang mencerminkan tantangan dalam mengelola imunitas diplomatik dan tanggung jawab negara:
1.Kasus Amerika Serikat dengan China
Amerika Serikat mengusir dua pejabat kedutaan China di bulan September 2018, setelah mereka memasuki pangkalan militer di Virginia. Penjaga mereka tidak memiliki izin masuk sehingga mengarahkan mereka melewati gerbang untuk berbalik dan keluar. Kedua pejabat diplomatik China tersebut justru terus masuk ke pangkalan dan menghindari personil militer yang mengejarnya, akhirnya mereka terpaksa berhenti setelah dihadang truk pemadam kebakaran. Dua agen diplomatik China mengaku tidak memahami instruksi penjaga dan tersesat. Beberapa pekan setelah insiden di pangkalan Virginia, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat membatasi aktivitas para diplomat China, sebagai respons terhadap peraturan Tiongkok yang sudah bertahun-tahun membatasi pergerakan para diplomat Amerika Serikat. Menilik dari faktor politis, Amerika Serikat dan China berselisih mengenai sejumlah masalah termasuk spionase industri, kehadiran Beijing di Laut Cina Selatan, dan situasi di Hong Kong dan Xinjiang. Oleh karenanya, Amerika Serikat meyakini bahwa kedua diplomat China itu mungkin berniat menguji langkah keamanan di pangkalan militer tersebut.
2.Kasus Rusia dan Inggris
Kasus diplomatik yang terjadi antara Inggris dengan Rusia terjadi pada tanggal 4 Maret 2018, ketika Sergei Skripal12 beserta putrinya Yulia Skripal ditemukan tidak sadarkan diri di bangku taman kota Salisbury, Inggris karena terkena racun jenis Novichok yang mana senjata kimia tersebut merupakan buatan Rusia menurut Organization for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW).
3.Kasus Australia terhadap Indonesia
Kasus agen diplomatik yang melakukan kegiatan di luar misi diplomatik pernah terjadi juga di Indonesia. Agen diplomatik Australia melakukan penyadapan terhadap Indonesia di tahun 2013. Ketika menjelang Pemilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kedua kali tahun 2009, Handphone ibu Any Yudhoyono, Kementerian Ekonomi Hatta Rajasa, dan juga Menteri Pertahanan, Jendral Djoko, telah dilakukan penyadapan oleh staf diplomatik Australia. 13 Berita tersebut diketahui setelah Edward Snowden, seorang mantan staf intelejen CIA Amerika Serikat membocorkan berbagai jaringan teknologi informasi. Dikatakan bahwa Amerika Serikat menyadap negara-negara di Eropa, termasuk beberapa negara di Asia Tenggara. Akibatnya, Presiden SBY kala itu menarik sementara Duta Besar Indonesia dari Canberra dan membatalkan beberapa kerjasama penanganan kebijakan penyelundupan orang (people smugling), dan kerjasama militer
Penyelesaian Kasus Kegiatan Agen Diplomatik di Luar Misi Diplomatik
1.Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik
Berdasarkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, negara penerima memiliki hak untuk melakukan 2 (dua) hal terhadap agen diplomatik asing yang melakukan kegiatan di luar misi diplomatik:
a.Persona Non-Grata (Pasal 9 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik)
b.Penanggalan hak imunitas (Pasal 32 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik)
2.Optional Protocol Concerning the Compulsory Settlement of Disputes 1961
a.Arbitrasi (Pasal 2)
b.Konsiliasi (Pasal 3 ayat (1))
c.Mahkamah Internasional (Pasal 1)
Tanggung Jawab Negara Penerima
Negara penerima juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan perlindungan terhadap agen diplomatik, sesuai dengan Pasal 22 dan 29 Konvensi Wina. Meskipun demikian, negara penerima berhak mengambil tindakan tertentu jika agen diplomatik melanggar hukum, seperti:
1.Mengusir agen diplomatik (persona non grata)
2. Mengajukan nota diplomatik kepada negara pengirim untuk meminta klarifikasi atau tindakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H