Salah satu teori dalam studi Hubungan Internasional yang paling tua yang berbanding terbalik dan sangat berbeda dari rivalnya perspektif Realisme yaitu Liberalisme. Tidak seperti Realisme yang memandang bahwa negara itu anarkis dan egois seperti sifat buruk dari manusia, serta hanya berorientasi pada isu keamanan dan perang. Selain itu, negara merupakan satu-satunya aktor oleh karena itu negara yang mengatur seluruh aspek di berbagai bidang kehidupan suatu negara. Perspektif dari Liberalisme justru beranggapan bahwa negara itu seharusnya tidak melakukan hal-hal yang bersifat anarkis untuk mendapatkan power agar dapat mencapai tujuan nasional. Seluruh negara seharusnya dapat melakukan kerja sama untuk dapat saling memenuhi kepentingan masing-masing negara.
Pemerintah juga tidak boleh membatasi peran aktor lain selain negara seperti individu untuk dapat terlibat dalam peningkatan ketahanan nasional negara. Oleh karena itu Liberalisme memandang optimis hubungan antar negara dalam lingkup global dengan saling memerlukan untuk kepentingan nasionalnya dan tidak bisa hanya mengandalkan negaranya sendiri saja untuk perlindungan ketahanan di suatu negara.
Liberalisme memandang bahwa dalam konteks aktor, negara bukanlah satu-satunya aktor yang mana individu dan kelompok seperti IGO, NGO dan MNC juga termasuk aktor yang dapat berperan dalam pelaksanaan pemenuhan kepentingan nasional negara dalam suatu negara. Kaum Liberalis juga lebih menekankan pada kebebasan individu dan hak-hak dasar manusia seperti hak asasi manusia, untuk diperjuangkan agar terciptanya kebebasan.
Keterbukaan untuk dapat saling bekerja sama dalam memenuhi kepentingan nasional, tentunya diharapkan dapat saling menguntungkan dan juga dapat memperat hubungan dari negara-negara yang terlibat untuk mencapai kedamaian antar bangsa dengan adanya hubungan kerjasama tadi. Pada hal ini peran negara hanyalah untuk menjamin keamanan kehidupan setiap individu serta kepentingan dari masing-masing individu di suatu negara.
Konflik Laut China Selatan
Konflik yang terjadi di Laut China Selatan merupakan sebuah konflik pada perbatasan yang melibatkan beberapa negara seperti China, Vietnam, Brunes, Malaysia, dan Philipina. Konflik tersebut terjadi pada tahun 1992, saat China yang pada masa itu berada pada posisi yang cukup kuat pada kekuatan militer dan ekonominya, sehingga dengan power tersebut berani mengklaim banyak wilayah pada Laut China Selatan sebagai wilayah yang termasuk teritorinya.
Akan tetapi, negara-negara seperti Filipina, Malaysia, Brunei, dan Vietnam menyatakan bahwa beberapa wilayah yang diklaim secara sepihak oleh China tersebut adalah termasuk bagian wilayah teritori dari masing-masing negara tersebut. Keadaan dari permasalahan tersebut semakin di perkeruh karena wilayah Laut China Selatan merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan internasional. Dari kasus tersebut dapat terlihat bahwa terjadi benturan kepentingan oleh negara-negara yang terlibat.
Pandangan Kaum Liberal: Konflik Laut China Selatan
Konflik Laut China Selatan adalah konflik yang terjadi oleh adanya benturan kepentingan antara China, Vieatnam, Brunei, Malaysia, dan Filipina oleh karena faktor sumber daya alam yang ada pada wilayah tersebut melimpah dan juga jalur di wilayah tersebut strategis sebagai jalur perdagangan internasional. Liberalisme memandang bahwa adanya benturan kepentingan antar negara tersebut merupakan hal yang masih wajar, akan tetapi tidak dapat mentoleransi aksi yang dilakukan China dengan melibatkan kekuatan militer untuk mengatasi konflik tersebut.
Benturan kepentingan antar negara pada dasarnya merupakan hal sering terjadi dalam lingkup hubungan internasional sebab dalam sistem tersebut tidak ada kekuatan besar yang dapat mengatur serta mengoordinir semua aktor yang terlibat. Jadi dengan adanya teori Liberalisme dalam melihat konflik tersebut diharapkan dapat menjelaskan serta menemukan solusi untuk situasi Konflik Laut China Selatan.
China seharusnya menyelesaikan permasalahan tersebut dengan forum dialog bersama dengan negara-negara yang terlibat sehingga dapat tercipta kesepakatan dari keterbukaan masing-masing pihak pada kepentingan nasionalnya masing masing.