Mohon tunggu...
Bella Salsabila
Bella Salsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance Writer and Graphic Designer

Saya sangat hobi menulis, membaca, dan mendesain. Untuk menyalurkan hobi saya, saya sering mengambil job freelance yang berhubungan dengan hobi saya. saya juga menyalurkan hobi-hobi saya di akun instagram saya @Gallery_Djiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Evolusi Mulung Duit: Dari Rumah Ke Rumah Ke Saweran Payung Terbalik Yang Menghabiskan Puluhan Juta

1 September 2024   13:08 Diperbarui: 1 September 2024   13:20 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saweran di desa pamedaran (sumber gambar : matrix moment)


Pada zaman dulu, tradisi mulung duit dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dan memiliki unsur kebersamaan yang sangat kuat. 

Setelah acara besar seperti pernikahan, khitanan, atau syukuran selesai, keluarga yang menyelenggarakan acara akan membagikan uang kepada masyarakat sekitar. 

Pembagian ini dilakukan dengan cara mendatangi setiap rumah di lingkungan tersebut satu per satu. Biasanya, orang-orang yang terlibat dalam pembagian ini adalah anggota keluarga atau tetangga terdekat.

Uang yang dibagikan biasanya tidak dalam jumlah besar, tetapi lebih pada simbol rasa syukur dan berbagi kebahagiaan.

Tradisi ini dianggap sangat sakral karena mencerminkan rasa syukur kepada Tuhan serta kepedulian terhadap sesama. 

Selain itu, prosesnya yang langsung mendatangi rumah-rumah juga mempererat tali silaturahmi antara keluarga yang mengadakan acara dengan masyarakat sekitar.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, tradisi mulung duit mengalami perubahan dalam pelaksanaannya. Saat ini, praktik mulung duit sering kali dilakukan dalam bentuk saweran. 

Dalam saweran, uang dibagikan di tempat acara, biasanya dengan cara menaburkan atau melemparkan uang ke arah para tamu atau peserta yang hadir. Tamu-tamu kemudian mengambil uang yang disebar tersebut.

Perbedaan mendasar antara mulung duit dulu dan sekarang terletak pada cara dan tempat pelaksanaannya. Dulu, mulung duit lebih bersifat personal dan dilakukan dari rumah ke rumah, sedangkan sekarang dilakukan di tempat acara dengan cara yang lebih terbuka dan melibatkan banyak orang sekaligus.

Perubahan ini juga mengubah dinamika sosial yang ada. Jika dulu tradisi mulung duit memperkuat silaturahmi dengan cara yang lebih intim, sekarang hubungan tersebut lebih bersifat umum dan tidak lagi melibatkan interaksi dari rumah ke rumah. 

Di sisi lain, saweran dianggap lebih praktis dan mengurangi beban bagi pihak yang menyelenggarakan acara, meskipun mungkin juga mengurangi nilai tradisional yang dulu sangat dijunjung tinggi.

Cara saweran pun sekarang banyak sekali ragamnya, salah satunya saweran di desa Pamedaran, kecamatan Ketanggungan, Brebes. 

Memiliki keunikan tersendiri karena dilakukan dengan menggunakan payung terbalik yang disambung dengan bambu, yang panjang nya kurang lebih 4-5 meter, sehingga membentuk jalur panjang yang digunakan untuk mengumpulkan saweran. 

Uang atau hadiah lainnya dilemparkan oleh tuan hajat biasanya dari lantai dua atau atas genteng ke atas payung-payung tersebut, dan uang yang di sawerkanpun sangat fantastis, mulai dari jutaan hingga puluhan juta.

Tradisi saweran ini bisa kita jumpai saat musim hajatan, selama periode ini, biasanya banyak warung yang lebih sering tutup, karena masyarakat lebih memilih untuk berpartisipasi dalam saweran ini daripada membuka warung. 

Hasil dari tradisi saweran ini, umumnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendapatan harian yang diperoleh dari berjualan di warung.

Kegiatan ini mencerminkan prioritas ekonomi masyarakat setempat, di mana mereka lebih memilih untuk terlibat dalam acara hajatan yang bisa memberikan imbalan finansial yang signifikan. 

Oleh karena itu, banyak pemilik warung yang memilih untuk menutup usaha mereka selama periode ini, dengan harapan memperoleh keuntungan yang lebih besar dari saweran dibandingkan dengan pendapatan dari penjualan sehari-hari. 

Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam konteks sosial dan budaya tertentu, kegiatan tradisional dapat mempengaruhi pola konsumsi dan aktivitas ekonomi masyarakat.

Tradisi ini tidak hanya mencerminkan kreativitas masyarakat desa, tetapi juga memperlihatkan kekayaan budaya lokal dalam merayakan berbagai momen penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun