Mohon tunggu...
Belfa Yulita Nur Asifah
Belfa Yulita Nur Asifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43122010161 Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Program Studi: Manajemen Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Saya Ingin Bahagia: Etika Eudaimonia Aristotle

17 Juni 2023   15:37 Diperbarui: 17 Juni 2023   16:52 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inphttps://umb-post.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/78682/mod_resource/content/1/ETIKA%20HUKUM.pdfut sumber gambar

            Berikut ini merupakan beberapa cara untuk meraih kebahagiaan berdasarkan konsep etika eudaimonia, antara lain:

  • Kenali diri secara mendalam

Setelah kita menemukan identitas kita, lakukanlah apa yang kita anggap mampu untuk mencapai kebahagiaan. membuat hal-hal yang sederhana menjadi hal-hal yang luar biasa, lakukan apapun yang ingin rasakan dan mampu, asal jangan lupa batasan diri sebagai manusia dan standar lingkungan yang berlaku.

  • Mengembangkan potensi unik diri dan memaksimalkannya

Bagi mereka yang belum mengenal diri mereka sendiri, sulit untuk mengembangkan potensi diri mereka yang ada, tetapi bagi mereka yang sudah mengenal diri mereka sendiri, akan lebih mudah untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka karena kita tahu apa yang kita mampu dan apa yang kita inginkn. Ada cara untuk meningkatkan potensi yang kita miliki, yaitu dengan mempelajari hal-hal dasar tentang potensi tersebut dan dengan bertahan untuk memaksimalkannya. Hal yang paling penting dari pengembangan potensi adalah konsistensi.

  • Menggunakan potensi diri untuk mencapai kebahagiaan hidup

Dengan mengetahui potensi kita dan cara mengembangkannya, kita dapat menggunakan potensi kita untuk mendapatkan kebahagiaan. Ketika kita menikmati potensi kita, itu akan bertahan selamanya karena potensi itu berasal dari diri kita sendiri. Ini sejalan dengan gagasan tentang kebahagaiaan yang kekal dan berasal dari diri sendiri, atau eudaimonia. Aristoteles membedakan kebahagiaan dan kesenangan. Dia percaya bahwa kepuasan, kebahagiaan, atau kenikmatan adalah hal yang sama dan bersifat sementara. Tidak sama dengan kebahagiaan yang bertahan selamanya. Kebahagiaan adalah tujuan dari setiap pertanyaan yang kita cari.   

            Aristoteles mendefinisikan kebahagiaan sebagai aktivitas manusia untuk mencapai pencerahan, bukan menikmati hasil atau prestasi. Kebahagiaan adalah kebajikan yang dikejar.

            Dengan kata lain, manusia selalu ingin hidup bahagia. Beberapa orang menginginkan penderitaan dalam hidupnya, tetapi itu karena keadaan mereka, bukan karena mereka ingin menghindari penderitaan itu sendiri.

            Ini adalah kenyataan yang sekarang terjadi di negara kita: orang-orang hidup dalam ketidakbahagiaan karena kemiskinan, kelaparan, dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap penderitaan mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa "eudaemonisme lebih mengedepankan kepentingan individual (pribadi) atau kelompok tertentu daripada kepentingan bersama".

https://umb-post.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/78682/mod_resource/content/1/ETIKA%20HUKUM.pdfInput sumber gambar
https://umb-post.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/78682/mod_resource/content/1/ETIKA%20HUKUM.pdfInput sumber gambar

DAFTAR PUSTAKA

Dardiri, A. (n.d.). Etika Aristoteles.

Rozak, A. (2022, January 20). Retrieved from https://dosenppkn.com/eudaemonisme/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun