Mohon tunggu...
Tony Nasution
Tony Nasution Mohon Tunggu... -

my name is tony, I love writing, reading and writing ..\r\nIt is my talent.\r\neither since when talent came to me ..\r\nbut I really liked my talent ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RUU Pilkada antara Malapetaka dan Anugerah

16 September 2014   20:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:30 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_359603" align="aligncenter" width="514" caption="http://sumutpos.co/2014/09/85780/ruu-pilkada-menuju-mk/Inspirasi Penulis"]

14108497171747586548
14108497171747586548
[/caption]

1410849422163267745
1410849422163267745

Dahulu,jika kita mengingat perjuangan pahlawan Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, serentak meningkatkan jiwa nasionalisme terhadap Indonesia dalam diri kita. Perlawanan yang tanpa henti dan tidak mengenal kata lelah menjadikan pahlawan Indonesia berhasil memperoleh kemerdekaan yang kita nikmati saat ini. Namun, terkadang jiwa nasionalisme kita menjadi luntur ketika memperhatikan tingkah para pejabat Negara saat ini, sungguh tidak mencerminkan semangat cinta tanah air Indonesia.

Indonesia yang didirikan dengan asas demokrasi tentunya menempatkan suara rakyat sebagai suara yang perlu dipertimbangkan. Demokrasi yang mengenal istilah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat seakan mengingatkan kepada pemerintah agar tidak mengambil keputusan tanpa memperhatikan nasib rakyat. Jika kita kaitkan dengan wacana DPR untuk menggantikan pilkada langsung menjadi pilkada tidak langsung. Pertanyaan yang muncul tentunya tertuju pada apakah kebijakan tersebut mengaraha pada nilai demokrasi yang dijunjung oleh Indonesia.

Rancangan Undang-uandang Pilkada yang mencanangkan Pilkada tidak langsung melalui perwakilan DPRD seakan merampas hak rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya masing-masing. Rakyat seakan tidak diberikan wewenang untuk bersuara untuk masa depan daerahnya. Banyak respon bermunculan dari masyarakat utamanya melalui media sosial yang mengkritik RUU Pilkada tidak langsung. Masyarakat saat ini sudah mulai cerdas memilih pemimpin yang mereka percayai, namun ketika hak memilih tersebut dicabut, maka masyarakat daerah seakan hanya duduk manis di bangku penonton menyaksikan DPRD dengan gagahnya memilih sosok pemimpin daerah tanpa adanya hak mereka untuk memilih kepala daerah yang mereka tempat. Namun apakah DPRD yang memilih Kepala Daerah nanti memiliki pengetahuan yang cukup untuk memilih pemimpin sesuai suara rakyat, apakah DPRD yang memilih Kepala Daerah nanti akan adil memilih sesuai dengan kemampuan yang dimiliki para calon kepala desa tanpa melibatkan makna solidaritas kesamaan partai yang mereka naungi. Jawaban pertanyaan tersebut hanya dapat disaksikan dengan melihat sosok DPRD yang nantinya akan memilih Kepala Daerah apabila RUU Pilkada telah diresmikan.

Bak buah simalakama, adanya RUU Pilkada tentunya memiliki sisi negatif dan positif.yang ditimbulkan. Kalau kita melihat dari kacamata negatif, tentunya hak rakyat Indonesia disetiap daerah dirampas oleh DPRD walaupun anggota DPRD juga rakyat Indonesia. Dari sisi ekonomi, roda perputaran ekonomi daerah tentunya akan melambat mengingat adanya Pilkada, banyak proyek yang berjalan di daerah seperti percetakan surat suara dan segala keperluan kampanye calon kepala daerah yang tentuny dapat memutr roda perekonomian daerah. Dampak negatif lainnya adalah semakin menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat daerah, sehingga meningkatkan sikap apatis terhadap urusan politik Indonesia yang dapat berdampak pada sikap antipolitik. Pilkada tidak langsung mencerminkan bahwa penerapan nilai demokrasi di Indonesia tidak sepenuhnya berdemokrasi, melainkan demokrasi yang sekedar demokrasi.

Selain sisi negatif, sisi positifnya dapat dilihat dari efisiensi penggunaan anggaran belanja daerah menigngat Indonesia memiliki 34 provinsi. Dengan tidak dilaksanakannya Pilkada langsung, tentunya daerah-daerah di Indonesia akan menghemat pengeluaran APBD dan dapat disalurkan ke bidang lainnya guna meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia dan dapat mempercepat pembangunan daerah tertinggal. Implementasi pilkada tidak langsung juga dapat menekan tindak kriminal dan kekerasan yang timbul akibat ketidaksetujuan terhadap hasil Pilkada, sehingga menjamin keamanan bagi masyarakat Indonesia di setiap daerah. Selain itu, Pilkada tidak langsung uga dapat menekan tindak korupsi yang berkelanjutan bak rantai. Pilkada yang dilaksanakan tentunya akan menguras uang para calon kepala daerah, sehingga untuk mengembalikan “modal” tersebut, kemungkinan besar akan terjadi praktek korupsi yang berkelanjutan dan berkepanjnagn sehingga Indonesia tidak akan pernah maju akibat selalu diselimuti oleh kata korupsi.

Sekarang, hanya menunggu bagaimana hasil final mengenai pengesahan RU Pilkada, kita yakini bersama bahwa apapun itu pilihan pemerintah dan DPR, pilhan itu adalah yang terbaik bagi kita. Mereka adalah sosok yang kita percaya dan memiliki pengetahuan dan berpengalaman dibidangnya, kita sebagai masyarakat tidak hanya sekedar mengikuti emosi sesaat tanpa memperhatikan kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Apabila keputusan tersebut baik untuk kemajuan Indonesia, maka tidak ada salahnya untuk diterapkan, namun apabila keputusan tersebut lebih condong kearah negatif, maka masyarakatlah yang akan berperan sebagai korektor kritis dan aktif bagi Pemerintah dan DPR.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun