Misalkan, Pak Camat ingin mengetahui kinerja Pak Lurah sebagai bawahannya maka Pak Camat  melakukan sidak ke kelurahan sambil bertanya-tanya ke pegawai kelurahan, atau Gubernur sidak ke kantor Walikota/Bupati sejauh mana hasil kinerjanya.
Begitupun yang terjadi pada Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok-Djarot, saat Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta mengunjungi lokasi banjir di Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, bertanya kepada Ketua RW 04 Cipinang Melayu Irwan Kurniadi.
"Saya ingin datang ke sini, ingin melihat, berinteraksi dengan warga secara langsung, mendengar keluhannya dan ternyata tempat ini enggak pernah didatangi.
Pak Gubernur, Pak Wakil Gubernur pernah datang ke sini?" tanya Anies kepada Irwan yang ada di sebelahnya, Senin (20/2/2017).
"Belum pernah," jawab Irwan.
"Sudah berapa tahun, Pak," tanya Anies lagi.
"Sepanjang banjir di sini," ujar Irwan lagi
Contoh petikkan dialog diatas yang sering dijumpai bagaimana seorang atasan ingin mengetahui  sejauh mana kinerja bawahannya sambil bertanya kepada warganya.
Tersirat dari kunjungan dan dialog tersebut, Anies memposisikan dirinya seolah-olah sebagai atasan Ahok-Djarot yang masih berstatus Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta.
Artinya, Anies dalam posisi seolah-olah Presiden RI sebagai atasan Gubernur dan wakil Gubernur, sikap yang dilakukan Anies saat bertanya ke warga soal keberadaan Ahok-Djarot tanpa sadar membangun persepsi publik bahwa apa yang ditujukkannya adalah suatu bentuk nilai kesombongan dan keangkuhan dari arogansi seorang calon yang tidak tahu diri.
Apakah karena Gubernur atau wakil Gubernur tidak ada di lokasi banjir kemudian dianggap tidak peduli? Apakah semua titik banjir di Jakarta bukan bagian dari tanggung jawab perangkat Pemprov seperti Kelurahan dan Kecamatan yang merupakan kepanjangan tangan Gubernur?