Saat Sandi bertanya ke Sylvi selama di pemerintahan Provinsi saat dijabat Ahok, merupakan pertanyaan konyol dan tidak masuk diakal.
Sementara contoh lain, Pelayanan publik dihubungkan dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang berbasis program OK-OCE, sungguh tidak nyambung.
Penyandang disabilitas ikut pelatihan OK-OCE, pemakai narkoba juga diarahkan ke program tersebut, bahkan materi debat pertama dan kedua dihubungkan dan diarahkan ke OK-OCE.
Pada debat ketiga terlihat jelas kekonyolan yang ditunjukkan Sandi, saat ditanya jawabannya tidak nyambung lebih mengarah OK-OCE dan disertai dengan curhat soal dukungan partainya.
Keanehan yang terjadi adalah program OK-OCE sudah berjalan dan dikuti ratusan peserta pelatihan sebelum terpilih, tidak jelas siapa pesertanya apakah dari kalangan warga atau pesertanya diplot dari karyawan-karyawan perusahaan Sandi?
Jika pesertanya dari karyawan perusahaan sandi maka ada manipulasi, kebohongan publik untuk meraih simpati bahwa memang benar ada pesertanya di OK-OCE.
Anies-Sandi berharap ada debat selanjutnya atau keempat, namun tiga sesi debat cukup untuk membuka aksi retorika dan manipulasi program “OK-OCE” yang dianggap sudah berjalan.
Jadi, Secara keseluruhan dari tiga debat yang diikuti Anies-Sandi sudah cukup menghasilkan bagaimana kita paham cara beretorika dan memanfaatkan program tunggal “OK-OCE” multi fungsi untuk semua persoalan sehingga untuk meraih suara pemilih untuk putaran kedua hanya dalam mimpi apalagi berhalusinasi menang satu putaran.
Kesimpulan, Warga DKI Jakarta diuntungkan dengan tiga sesi debat yang diselenggarakan KPU sehingga dapat melihat dan menilai pasangan calon mana yang realistis.