Warga DKI Jakarta terlalu lelah mengikuti berbagai tahapan pilkada yang terlalu panjang sehingga ingin segera mengakhiri dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dengan cara mewujudkan kemenangan Ahok-Djarot dengan satu putaran.
Anies-Sandi
Implementasi suatu program yang disampaikan Anies-Sandi jauh panggang dari api, terutama Anies bicara lebih ke retorika sehingga pendengar khusus warga ekonomi menengah kebawah dan yang berpendidikan dibawah SMA kemungkinan sulit mencerna dan akhirnya terpengaruh dengan olahan kata manis yang seolah-olah mampu mewujudkan program yang dimaksud.
Sebaliknya, Bagi warga ekonomi keatas atau yang berpendidikan diatas SMA sedikit banyak bisa memahami secara substansi olahan kata yang justru dicap sebagai retorika semata.
Terlihat banyak kritikan-kritikan yang dimunculkan sehingga menutupi program-program yang ingin ditawarkan.
Contoh debat kedua, kritikan yang dibangun dengan menampilkan data dan angka tidak ada efek menyentuh ke masyarakat seperti contoh saat menampilkan data WDP tidak ada efek apapun terhadap masyarakat.
Apakah suatu provinsi mendapat penghargaan WDP lebih buruk dari WTP? Faktanya, Provinsi yang meraih WTP banyak kepala daerahnya terlibat korupsi sehingga data yang disampaikan Anies tidak menyentuh dan mempengaruhi substani program yang menyentuh masyarakat secara langsung.
Opini dan retorika yang dibangun Anies dengan menampilkan data-data bahwa kepemimpinan Ahok-Djarot dianggap gagal tidak berhasil meyakinkan publik.
Justru yang menonjol program OK-OCE dari Sandi sebagai calon wakilnya, dari tiga debat yang diikuti selalu muncul dan hebatnya program OK-OCE bisa multi fungsi.
Artinya, semua materi tiga debat bisa dikaitkan dengan program OK-OCE, mungkin karena minim program saat debat hanya menghabiskan waktu berolah kata, momen yang terpenting saat sesat bertanya justru dimanfaatkan menyerang Ahok dengan melempar pertanyaan ke calon lain.