Bukankah untuk mengumpulkan sumbangan Rp 100 miliar dari masyarakat biasa butuh waktu lama hingga berbulan-bulan bahkan sampai tahunan baru bisa terkumpul?
Padahal isu “Aksi Bela Islam” hanya beberapa minggu menjelang hari H-nya, apakah bisa cepat terkumpul 100 miliar? Contoh sederhana sumbangan kampanye Ahok-Djarot butuh sekitar 2 bulan lebih baru bisa mencapai sekitar Rp 60 miliar dari berbagai kalangan masyarakat biasa.
Artinya, sumbangan uang yang mencapai Rp 100 miliar lebih, bisa bukan dari kalangan masyarakat biasa atau pengusaha biasa, diduga dari kalangan atas yang punya agenda politik terutama Pilkada DKI Jakarta yang kebetulan Ahok sebagai calon gubernur sekaligus sebagai sasaran Aksi Bela Islam.
Yang pasti, Aksi Bela Islam yang mampu meraup sumbangan Rp 100 miliar lebih sebagai timbal balik untuk menguntungkan calon gubernur penantang Ahok-Djarot seperti pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi.
Pihak Agus-Sylvi didalamnya ada SBY dan kroni-krooninya, sedangkan Anies-Sandi ada Prabowo dan beberapa kader Gerindra yang diduga terlibat kasus makar.
Pertanyaannya, siapa yang rela melalui perorangan atau patungan melimpahkan hartanya “100 miliar” untuk mendongkel Ahok lewat Aksi Bela Islam?
Apakah SBY CS atau Prabowo CS yang punya andil 100 miliar untuk memenangkan jagoannya di DKI Jakarta?
Sejak Ahok terlilit kasus Al-maidah 51, terutama SBY selalu menyinggung kasus Ahok dan tidak tanggung-tanggung nama Ahok selalu disebut-sebut dalam berbagai pertemuan maupun konfrensi pers, tidak luput pemerintah selalu disinggung. Seperti dikemas satu paket jumbo antara Ahok dan pemerintah.
Padahal sebagai mantan penguasa mestinya menyinggung persoalan bangsa yang lebih besar dan menyejukkan.
Justru, kemunculannya dipublik selalu bikin gaduh dan meresahkan masyarakat.
Apakah tujuannya ingin menutupi atau memutar balikkan sesuatu yang berkaitan dengan isu politik “Ahok” DKI Jakarta?