Mohon tunggu...
Nana Blasius
Nana Blasius Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Nana

KEPRIBADIAN: Bersahabat, suka diskusi, Membaca, Menulis, traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Katekese 2: Pencatatan Perkawinan Dalam Gereja Katolik

5 Januari 2024   10:29 Diperbarui: 9 Januari 2024   07:28 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"CONTOH KASUS DALAM PERKAWINAN KATOLIK  BESERTA SOLUSINYA"

Oleh: Rm. Poustinus Gulo, OSC

*Contoh Kasus 1

Romo, saya MA, seorang Ibu beragama Katolik. Anak saya juga beragama Katolik, kita sebut nama samarannya, Giulia. Dia punya pacar beragama Muslim, kita sebut nama samarannya Ahmad. Ahmad pernah menikah dengan perempuan Muslim secara Muslim juga. Namun, setelah 14 tahun membangun rumah tangga, keduanya bercerai. Usia Ahmad adalah 41 tahun. Sedangkan usia Giulia baru 30 tahun. Yang saya dengar alasan perceraian Ahmad dengan mantan istrinya, antara lain: a) karena sudah tidak cocok lagi; b) mantan istrinya tidak bisa hamil karena ada gangguan di rahim; c) mantan istri juga tidak bisa mengatur keuangan; d) mantan istri tidak bisa mendidik anak angkat mereka. Menurut saya alasan-alasan perceraian ini datang dari satu pihak, yakni dari mantan suami. 

Sebenarnya sebagai seorang Ibu saya juga tidak berkenan dengan status Ahmad. Namun jika saya menolak tanpa dasar yang kuat justru yang terjadi adalah anak saya dan saya ribut besar. Oleh karena itu, saya membutuhkan saran dan tanggapan Romo, apakah alasan-alasan perceraian seperti ini dapat menjadi dasar anulasi perkawinan. Saya sudah mencoba mengatakan kepada anak saya bahwa sepertinya anulasi tidak bakal diizinkan hanya dengan alasan-alasan di atas. Namun, anak saya marah dan mengatakan seolah saya tidak rela mereka bahagia. Bahkan anak saya mengatakan bahwa sang pacar (Ahmad) bersedia menikah secara Katolik dan mau menjalani proses anulasi. Akan tetapi, sampai sekarang ini tidak ada usaha dari sang pria untuk menghadap Romo Paroki untuk menanyakan tentang anulasi. Ia beralasan bahwa butuh waktu untuk itu. Sementara saya sebagai orang tua takut hubungan mereka "terlalu jauh" dan saya takut akan terjadi hal-hal yang tidak saya inginkan, apalagi sampai hamil.

Romo, saya butuh penjelasan tentang anulasi perkawinan. Apakah dengan status Ahmad sebagai duda yang cerai sipil dan beragama Islam dapat memohon anulasi perkawinan? Seandainya bisa dianulasi, lalu langkah apa yang harus dilakukan anak saya? Jika tidak bisa dianulasi, lalu apa solusi agar pernikahan secara Katolik bisa dilakukan? Mohon solusi ya Romo. Terima kasih Romo. 

*Solusi/Jawaban 

Ibu MA yang baik, terima kasih atas pertanyaan ini. Kami mendoakan putri Ibu agar dia memutuskan untuk menikah dengan tuntunan Roh Kudus; tidak semata-mata keinginan manusiawi. Ada beberapa tanggapan saya terhadap kasus ini, sebagai berikut: 

Pertama, mungkinkah memohon anulasi? Saya kira tidak. Mengapa? Begini penjelasannya. Calon suami ini seorang Muslim, pernah menikah secara Islam, lalu cerai sipil. Dalam pandangan Katolik, perkawinan yang dilakukan menurut agama Islam ini adalah perkawinan yang sah secara natural. Hanya kematian yang memisahkan. 

Lalu apakah ada solusi lain? Tentu ada. Oleh karena tidak mungkin menempuh jalan anulasi (pembatalan perkawinan), maka bisa ditempuh 2 solusi lain. 

Solusi pertama: calon suami mengajukan permohonan pemutusan ikatan nikah (dissolutio) ke Tahta Suci Vatikan melalui Tribunal Keuskupan di mana mereka tinggal. Otoritas Tahta Suci yang dapat memproses kasus perkawinan seperti ini adalah Dikasteri untuk Doktrin Iman. Tentu saja proses di Tahta Suci cukup panjang dan lama. Dan belum tentu juga dikabulkan permohonan pemutusan ikatan nikah jika kurang ada dasar yang kuat. 

Solusi kedua: calon suami mau dibaptis Katolik. Jika ini terjadi, maka prosesnya tidak perlu sampai ke Vatikan. Calon suami ikut katekumenat selama 1 tahun. Lalu menerima baptis. Setelah menerima baptis, Pastor Paroki perlu melakukan interpelasi (semacam interogasi) kepada mantan istrinya. Dalam interpelasi itu dipastikan apakah istri tidak mau bersatu lagi dengan mantan suaminya atau apakah mau juga dibaptis Katolik. Jika tidak mungkin melakukan interpelasi kepada mantan istri atau tak ada gunanya, maka Pastor Paroki akan membantu meminta dispensasi atas interpelasi kepada Bapak Uskup atau Romo Vikjen. Setelah Ahmad menerima baptis, dan mendapat dispensasi atas interpelasi kepada mantan istri, maka Giulia dapat menikah sah secara Katolik dengan Ahmad. 

Kedua, apakah Giulia sungguh yakin bahwa pacarnya yang Muslim ini akan setia? Jika membaca alasan Ahmad (pacar Giulia) meninggalkan mantan istrinya, maka sangat berisiko ke depan. Ahmad bercerai karena merasa "kurang cocok" dengan istrinya. Ini bahaya. Bisa jadi ke depan ketika dia merasa tidak cocok dengan Giulia, maka ia pun bisa saja meninggalkannya. Apalagi dalam ajaran agama yang dianut Ahmad, diperbolehkan perceraian sipil.  

Ketiga, apa itu anulasi? Anulasi mesti dipahami secara benar dan baik. Anulasi adalah pembatalan perkawinan yang sejak semula tidak sah dan tidak mungkin disahkan. Jadi, jika ada masalah setelah nikah, tidak termasuk "alasan pengajuan anulasi". 

Ada tiga kategori yang menjadi penyebab suatu perkawinan tidak sah. Kategori I: halangan-halangan nikah. Misalnya, perbedaan agama, ikatan terdahulu, impotensi (tidak mampu melakukan persetubuhan), ikatan darah, dll. 

Kategori II: cacat kesepakatan nikah. Misalnya, ada penipuan, ketakutan, terpaksa, pembunuhan, gila, punya masalah dalam hal seksualitas (lesbian, homo, hiperseks), dll. Kategori III: cacat tata peneguhan perkawinan. 

Jika melihat penyebab tidak sah perkawinan ini, tampaknya tidak ada yang dilanggar oleh pacar putri Ibu. Soal mandul, tidak menjadi halangan perkawinan Katolik. Sebab, keduanya masih bisa melakukan persetubuhan secara manusiawi. 

Saran saya, baik jika Ibu MA mencari waktu yang tepat untuk bicara baik-baik dengan putri Ibu. Saya sendiri banyak menangani kasus perkawinan yang melibatkan umat Muslim. Ada banyak di antara mereka yang begitu gampang melakukan perceraian. Apalagi perkawinan beda agama menjadi masalah secara hukum sipil: banyak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang tidak mengeluarkan Akta Nikah Sipil jika di antara pasutri beda agama. 

Ini saja jawaban saya. Tuhan memberkati. Semoga putri Ibu diterangi hati dan pikirannya oleh Roh Kudus.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun