Mohon tunggu...
Nana Blasius
Nana Blasius Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Nana

KEPRIBADIAN: Bersahabat, suka diskusi, Membaca, Menulis, traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empati Kita Menjadi Harta Yang Paling Berharga Bagi Kebahagiaan Keluarga

12 Desember 2023   13:36 Diperbarui: 10 Januari 2024   08:42 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin pernah bahkan sering mendengar sebuah istilah bahwa, harta yang paling berharga adalah keluarga. Kalimat itu kerap kali muncul di berbagai caption seseorang tatkala mengekspos momen kasih dan kebersamaan bersama keluarganya. Kata Paling berharga berarti tidak ada lagi yang lebih berharga di luar itu. Maknanya melebihi segala sesuatu termasuk uang dan harta kekayaan lainya. 

Bagi sebagian orang, mendengar ungkapan "harta yang paling berharga adalah keluarga", mungkin dapat diterima begitu saja karena dianggap benar dan sesuai dengan pengalaman hidup bersama keluarganya. Namun bagi kebanyakan orang lainya, kalimat itu justru menimbulkan keraguan berupa pertanyaan seperti, Berharga dari segi mananya keluarga itu? Toh mereka juga seringkali membuat kita kecewa; ayah dan ibu selingkuh. Keluarga hancur berantakan dipenuhi dengan permusuhan hingga berujung perpecahan karena perebutan harta, atau hanya karena kesalahpahaman. 

Berhadapan dengan situasi keluarga seperti itu, tentu istilah keluarga sebagai harta yang paling berharga menjadi relatif. Dimana kebermaknaannya tergantung latar belakang relasi dan dinamika keluarga secara personal. Hendaknya kita juga jangan terburu-buru untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Namun dengan kedua perspektif yang berbeda di atas, kiranya menjadi momentum bagi kita untuk merefleksikan kembali hakikat keluarga serta menggali makna terdalam dari istilah " Keluarga sebagai harta yang paling berharga". 

Keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat. Mereka yang selalu kamu panggil ayah, ibu, adik dan kakak adalah tokoh utama dalam keluarga. Kita semua tahu bahwa terbentuknya sebuah keluarga tidak terlepas dari komitmen kedua orangtua yang semula bertemu, jatuh cinta, lalu ingin hidup dan membangun keluarga bersama. Kegagalan kedua orangtua untuk menjaga dan membangun sebuah komitmen akan menjadi titik pijak penyebab perpecahan dalam keluarga. 

Lalu terkait keraguan akan istilah "Keluarga sebagai harta yang paling berharga", sekiranya mutlak perlu. Karena istilah itu akan menjadi abstrak dan tak bermakna bila esensi kebermaknaannya tidak diungkapkan dari sisi mana keluarga itu dikatakan harta yang paling berharga. 

Ada orang yang terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan namun dia tidak menemukan kedamaian di dalam keluarganya. Dia tidak merasakan perhatian kasih dari kedua orang tua serta saudari dan saudaranya. Ibarat sebuah pisang yang terlihat matang ternyata di dalamnya busuk. Itulah mengapa perlu untuk melihat ke kedalaman diri keluarga kita masing-masing sebelum tergoda dengan manisnya kata yang ternyata hanyalah ungkapkan romantis belaka. Padahal realitanya jauh dari sekedar kata itu. 

Sampai di sini, istilah "Keluarga sebagai harta yang paling berharga" nampaknya kurang cocok untuk mengungkapkan makna terdalam dari nilai kekeluargaan itu sendiri. Karena yang paling penting dan berharga dibalik relasi dan dinamika kekeluargaan adalah "Empati". Makna sebuah keluarga tidak hanya sebatas pada seberapa sering kita kumpul bersama, tapi seberapa besar rasa empati kita terhadap keluarga itu, baik relasi maupun kebutuhannya. 

Kata "Empati" merupakan kata yang menjadi dasar dalam membangun sebuah relasi keluarga yang damai dan harmonis. Kita bisa bayangkan seandainya masing-masing anggota keluarga kehilangan  empati terhadap keluarganya, tentu sesuatu yang mustahil untuk mencapai pada makna yang sesuai dengan yang diinginkan. 

Sebagai anggota keluarga yang lahir, tumbuh, dan tinggal dalam satu atap rumah yang sama, maka kita pun punya empati dan tanggung jawab yang besar terhadap kenyamanan, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam keluarga. Seperti sebuah bangunan rumah. Bila ada kerusakan pasti diperbaiki demi kenyamanan penghuninya. Demikian pun dalam keluarga. Bila ada sedikit keretakan atau berbagai bentuk persoalan lainya, kita pun patut menaruh empati dengan menjadi agen pemulihan demi keutuhan keluarga kita masing-masing..... Empati kita menjadi harta yang berharga bagi kebahagiaan setiap anggota keluarga karena dengan demikian setiap anggota pasti merasa dimiliki dan dikasihi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun