Mohon tunggu...
Belarminus Budiarto
Belarminus Budiarto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

MAHASISWA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Refleksi Tentang Peran Gereja di Tengah Pandemi Covid 19

6 Juni 2021   12:16 Diperbarui: 6 Juni 2021   12:33 2992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengantar

Persoalan yang marak dibicarakan di kalangan publik saat ini ialah pandemi Covid 19.  Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa dalam realitasnya pandemi ini merupakan salah satu penyakit dunia yang mematikan. Virus ini telah menelan banyak korban. Banyak orang meninggal secara misterius. 

Penyebaran atau penularannya juga sangat cepat baik melalui kontak fisik, udara, dan sebagainya. Semua negara di dunia mengalami kesulitan dalam menangani hal ini. 

Virus ini menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi umat manusia. Virus ini juga berdampak pada kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan bahkan terutama berimplikasi pada iman kepercayaan manusia. Sejauh ini dunia belum bisa memastikan secara detail mengenai latar belakang atau penyebab munculnya pandemi ini. 

Dalam realitanya, perspektif mengenai munculnya virus ini sangat bervariasi. Akan tetapi, dalam hal ini kita tidak sedang berargumentasi untuk menelaah secara mendalam penyebab munculnya virus ini. 

Pandemi Covid-19 tentunya membuat semua orang resah karena sampai dengan saat ini situasinya belum membaik. Selama dua tahun lebih manusia harus membatasi segala aktivitasnya  baik perkuliahan, pekerjaan, peribadahan dan aktivitas lainnya.

Melihat situasi yang memilukan ini Gereja sebagai bagian dari Negara, bagian dari kehidupan bermasyarakat menunjukkan perannya sebagai gambaran wajah Kristus yang berbelaskasih di tengah penderitaan umatnya. 

Pandemi Covid 19 yang melanda dunia saat ini menggugah Gereja untuk tetap menyapa dan melayani umat Allah meski harus dilaksanakan secara online. 

Inilah tugas kebaruan Gereja, menyapa, melayani dan menghadirkan Kristus dalam dunia yang terus berubah sesuai dengan situasi dan kondisi manusia. Akan tetapi, di jaman yang serba instan ini aktivitas manusia dibantu dengan hadirnya berbagai kecanggihan teknologi. Teknologi tersebut harus dimanfaatkan dengan baik oleh Gereja untuk meneguhkan iman manusia di tengah pandemi Covid-19. 

Di tengah keresahan dan kecemasan ini, Gereja berperan penting untuk melayani dan mewartakan Allah agar setiap orang yang hidup dalam iman tetap menaruh harapannya pada Allah sebagai satu-satunya penyelamat dunia.

Kegiatan keagaaman dan iman umat di tengah pandemic covid 19

Dalam realitanya beberapa kegiatan keagamaan seperti beribadah, ekaristi untuk sementara waktu tidak dapat dilakukan secara tatap muka bahkan tidak dapat dilakukan tentu bukan karena takut, tetapi demi keselamatan bersama. 

Bagi umat Katolik, perayaan ekartisti, katekese umat, doa Rosario, ret-ret, rekoleksi hampir di berbagai tempat dilakukan secara online. Kegiatan-kegiatan bersama kategorial gereja tidak dapat dilakukan, seperti pertemuan Gereja, bimbingan konseling, misdinar, sekami-sekami untuk sementara waktu dibatasi. 

Tidak ada lagi pertemuan dari rumah ke rumah pada bulan Maria seperti doa Rosario dan latihan koor. Dalam perayaan ekaristi online umat tidak menyambut Tubuh dan Darah Kristus saat komuni, tetapi diganti dengan “komuni batin”, yang mungkin umat sendiri tidak memahaminya. Bahkan untuk beberapa waktu ke depan, kehadiran umat saat misa akan dibatasi. 

Dampak Covid-19 juga mempengaruhi kehidupan bermisi dan berpastoral. Bentuk pastoral daring (online) digalakkan di setiap keuskupan, seperti Misa, Doa Rosario, katekese. 

Harapannya, pada masa pandemi ini, Gereja tetap setia menyapa umat Allah walaupun hanya secara virtual. Pandemi Covid-19 telah menyentak kesadaran kita akan tantangan yang ditimbulkan oleh komunikasi digital terhadap pelayanan pastoral.

Pandemi Covid 19 yang terjadi saat ini menimbulkan ketakutan yang luar biasa bagi manusia. Pandemi ini diibaratkan seperti monster yang mampu menelan manusia dalam waktu yang singkat sehingga membuat semua orang takut, cemas akan hidup dan masa depan. 

Pandemi ini benar-benar menguji iman setiap orang, apakah ia bertahan dalam penderitaan ataukah menyerah, meragukan dan menegasikan eksistensi Allah. 

Dalam satu sisi banyak orang bertahan dalam penderitaan di tengah pandemi covid 19 karena imannya yang teguh akan Allah dan menaruh harapan besar Allah akan mendengarkan jeritan mereka dan akan memulihkan dunia dari setiap bencana yang terjadi.

Kita perlu mengetahui bahwa baik dahulu maupun sekarang Allah penyelamat dapat menyatakan diri dan dapat dialami oleh uamt-Nya yang percaya. 

Pengalaman itu terus akan mencetuskan reaksi yang sama, puji-pujian, rasa kagum dan syukur. Juga sekarang Allah dapat menyembunyikan diri di balik macam-macam penderitaan, kemalangan dan sengsara lahir batin.

Bagi orang yang percaya, Allah sesungguhnya tidak pernah meninggalkan manusia, Ia tidak pernah membiarkan umat-Nya menderita tetapi Ia hadir melalui orang-orang di sekitarnya, yang menghibur, memberi harapan, meneguhkan iman meskipun di tengah penderitaan sekalipun. Saya terkenang dengan sebuah lagu rohani yang berjudul “Allah peduli”. 

Lirik lagu ini dalam sebuah refren berbunyi demikian: Allah mengerti, Allah peduli segala persoalan yang kita hadapi, tak akan pernah dibiarkan-Nya kubergumul sendiri, sebab Allah peduli. Lagu ini mengandung arti dan makna yang mendalam bagi semua orang khususnya bagi orang Katolik di tengah pandemi Covid 19. 

Lagu ini mengajarkan kepada semua orang bahwa Allah senantiasa menyertai umat-Nya dalam segala peristiwa hidup manusia. Penderitaan yang kita alami saat ini merupakan suatu cobaan hidup, apakah kita tetap setia dan percaya kepada Allah di tengah penderitaan.

Namun tak jarang pula ada sebagian orang yang percaya namun tidak menghayati imannya secara sungguh-sungguh  ketika mengalami pergoncangan iman sehingga mereka putus asa dengan realita yang terjadi sehingga mereka bertanya-tanya tentang imannya, bertanya tentang eksistensi Allah, meragukan keberadaan Allah dan bahkan tidak percaya kepada Allah, Inilah yang sedang terjadi, kita tidak dapat memungkiri realita. 

Kita adalah juga manusia yang kerap jauh dari Allah meskipun telah menjadi manusia baru dalam Kristus Juruselamat kita. Dia tidak jauh lagi dari kita dan bahkan mau bersatu dengan kita secara amat mesra. Akan tetapi, kita jauh dari Kristus dan tidak rindu kepada-Nya dan mencari-Nya. Itulah paradox dari kita orang Kristen yang mempunyai iman yang begitu istimewa tentang kehadiran Allah, tetapi kurang menghayatinya. Dimanakah Allah? 

Tuhan ada dalam ciptaan, di mana-mana dalam ciptaan, tetapi Dia tidak ada di sana secara langsung. Hanya ketika sang individ sendirian berpaling ke dalamn dirinya sendiri (dengan demikian hanya dalam kehidupan batin dan kegiatan-diri), baru ia menyadari dan mampu melihat Tuhan. 

Umat percaya yang mengalami ketidakhadiran Tuhan, tidak dapat tidak mengeluh dan meratap serta berseru kepada Allah penyelamatnya.

Gereja sebagai pelayan dan pewarta di tengah Covid 19

Sebelum kita membahas lebih dalam tentang peran Gereja di tengah pandemi covid 19, terlebih dahulu kita perlu memahami asal-usul Gereja. Gereja pertama-tama berasal dari Yesus kristus. Kristus adalah Kepala Gereja dan kita adalah anggota-anggotanya. 

Sebagai kepala Gereja, Yesus menghendaki agar kita berhimpun dalam nama-Nya sebagai persekutuan umat Allah yang bersiap untuk mengemban tugas sebagai pelayan dan pewarta Sabda-Nya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman bahwa Allah Bapa membangun persekutuan itu dalam Roh Kudus. 

Roh Kuduslah yang menyatukan umat beriman dan Allah dalam cinta. Roh Kudus menghubungkan Gereja dengan Kristus. Persatuan itu secara nyata terlaksana dalam diri Yesus Kristus yang sungguh Allah dan sungguh manusia melalui pelayanan dan pewartaan-Nya. 

Persekutuan umat Allah hendaknya didasari sikap berbelaskasih, mencintai satu sama lain sebagaimana yang diwartakan Yesus. Yesus adalah contoh atau teladan dari “belaskasih” itu.

Karena asal dan tujuan Gereja ialah Yesus Kristus yang berbelaskasih terhadap umat-Nya, maka dalam hal ini Gereja berusaha sebisa mungkin mewujudkan belaskasih Kristus itu terhadap sesamanya melalui pelayanan konkret. Artinya, Gereja harus menunjukkan atau menampilkan keberadaannya sebagai simbol belasakasih Kristus. 

Gereja sebagai simbol belaskasih Kristus menghadirkan rencana besar Allah di dunia, yakni Kerajaan Allah. Arti gereja sebagai simbol belaskasih Kristus mengarah pada rencana besar ini. Gereja mestinya tetap berdiri tegak sebagai rumah Allah yang kokoh kuat dan selalu menunjukkan kehadiran Kristus yang berbelasakasih di tengah situasi dunia akibat pandemi covid 19.

Keberadan Gereja baik sebagai institusi maupun sebagai simbol Belaskasih Kristus terhadap umat-Nya memiliki peran dalam kehidupan dunia. Itu terlihat dalam perannya sebagai tritugas Gereja yakni koinonia, diakonia, martiria. 

Gereja selalu peduli dan membuka diri terhadap situasi dunia. Kepedulian dan keterbukaan keterbukaan Gereja nampak dalam kegiatan-kegiatan pastoral yang diadakan selama pandemi ini. Pelayanan yang dilakukan oleh Gereja dilandasi oleh cintakasih Kristus. 

Dalam aktivitas melayani dia memberi hatinya, dirinya, cintanya. Melayani berarti menjadikan sesamanya tidak kekurangan apapun sebagai manusia. 

Ini berarti bahwa melayani merujuk pada sikap peduli, keterbukaan hati serta mengambil bagian dalam penderitaan sesama. Misi merupakan bagian tugas karya pelayanan Gereja. Hal ini untuk menanggapi perintah langsung dari Tuhan Yesus dalam rangka peranannya di dunia ini. 

Karya pelayanan ini sebagai inisiatif dari Allah. Ia mengutus umat-Nya untuk memproklamasikan Injil secara jelas. Karya pelayanan bukanlah pilihan yang dapat dipertimbangkan tetapi suatu perintah yang harus dilaksanakan. Tujuannya untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah, membawa orang mengenal Allah yang benar, dan memuliakan Allah.

Kehadiran Gereja di dalam dunia untuk menjalankan tugas yang harus disampaikan kepada dunia. Misalnya salah satu tugas gereja adalah menjadi pewarta sukacita kepada dunia tentang karya penyelamatan Allah di tengah situasi pandemi covid 19. 

Dalam Alkitab telah banyak memberikan catatan-catatan penting mengenai pergerakan para murid dan Gereja mula-mula dalam merespon hal ini. 

Sesuai dengan perintah yang diberikan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya pada waktu akan naik ke surga yaitu “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukaan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. 

Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.” (Matius 28:19-20). OKI, Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan untuk melayani, mewartakan Sabda-Nya kepada dunia. Panggilan merupakan inisiatif Allah. Manusia diminta untuk menanggapi panggilan itu dalam terang iman.

Pastoral digital sebagai upaya Gereja dalam meneguhkan iman umat

Pastoral digital sebenarnya bukanlah sesuatu yang yang asing untuk dibahas dalam situasi saat ini. Beberapa pengalaman dalam pastoral digital “sudah pernah diadakan dan perlu ditindaklanjuti, dipertajam, dikembangkan serta perlu dibagikan kepada dunia sebagai salah satu sarana pewartaan. 

Hal ini pernah menjadi topik hangat yang diperbincangkan oleh Gereja yang termaktub dalam Dokumen Akhir Sinode Para Uskup kepada Paus Fransiskus pada tanggal 27 Oktober 2018 yang lalu. Akan tetapi kegiatan pastoral secara digital ini sempat tidak tidak dibahas akibat pandemi Covid-19. 

Realitas yang juga mau ditunjukkan kepada kita bahwa pelayanan pastoral digital yang sudah ada, mesti diperdalam, dikembangkan secara efektif dan efisien sehingga mewujudkan visi dan misi yang jelas.

Pastoral digital merupakan kegiatan Gereja atau suatu pelayanan terhadap umat Allah dengan menggunakan sarana media sosial seperti HP, Laptop, TV dan sebagainya. 

Pastoral digital ini diadakan pertama-tama sebagai bentuk tanggapan, kepedulian Gereja terhadap dunia yang sedang dilanda pandemi covid 19. Tujuan lain diadakannya pastoral Gereja ini ialah untuk menyapa umat sekaligus meneguhkan iman umat dalam menghadapi realitas yang ada saat ini. 

Kegiatan pastoral secara digital dapat diadakan melalui aplikasi youtube, zoom, google meet, skype, facebook, instagram dan sebagainya. Kegiatan pastoral digital ini merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien di tengah situasi yang memprihatinkan ini. Ada begitu banyak kegiatan pastoral yang dapat dilakukan melalui metode digital ini misalnya, katekese umat, memberi renungan atau siraman rohani, perayaan ekaristi secara live streaming dan seterusnya.

Aktivitas pastoral secara digital mengandung unsur yang sederhana sebab bertolak pada semua rangkaian tindakan yang mengaktualisasikan tindakan keselamatan Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja dalam konteks budaya digital. Budaya digital merupakan salah satu produk yang dihasilkan teknologi-tekhnologi yang serba canggih khususnya melalui Internet. 

Agar kegiatan pastoral digital ini berjalan secara lancer, efektif dan efisien, maka semua yang bertugas sebagai pewarta perlu memperhatikan elemen penting dalam pastoral digital. Sebagai generasi milenial atau yang hidup di jaman revoluis 4.0, kita perlu mengafirmasi bahwa kehadiran alat tekhnologi yang serba canggih saat ini tidak selamanya memberi dampak negatif bagi para penggunanya.

Dampak positif dengan adanya tekhnologi yang serba canggih terhadap manusia saat ini ialah sebagai salah satu sarana pewartaaan Injil Allah. Tekhnologi canggih seperti media sosial memberi manfaat yang luar biasa bagi semua orang khususnya bagi para imam, biarawan-biarawati yang memiliki peran penting dalam tugas pastoral. 

Dengan adanya alat-alat tekhnologi, kaum religius atau semua orang yang bertugas untuk mengadakan kegiatan pastoral bersama umat dapat terjangkau secara virtual melalui HP, Laptop, TV. 

Pertanyaan penting yang muncul sebagai bahan refleksi dari kelemahan pastoral digital ini ialah, Apakah kegiatan pastoral seperti perayaan ekaristi, katekese umat, renungan atau siraman rohani  yang diadakan dapat menjangkau seluruh umat terutama bagi mereka yang miskin, sebut saja mereka yang berada di daerah terpencil yang belum mengenal dan memahami penggunaan media sosial? Sekali lagi ditegaskan bahwa ini merupakan suatu tantangan besar bagi semua orang terutama bagi para imam, kaum religius sebagai pewarta Sabda Allah. Kepercayaan yang teguh pada penyelenggaraan Ilahi merupakan jawaban yang tepat untuk menjawab pergulatan manusia di tengah situasi pandemic covid 19.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun