3. Hakekat Manusia dalam Realitas: Makhluk yang Berpikir, Berkesadaran dan Mencari Kebenaran
Semakin manusia dapat meragukan segala sesuatu dalam realitas, entah manusia sungguh ditipu atau ternyata tidak, termasuk menyangsikan bahwa manusia tidak dapat meragukan, kita semakin mengada (exist) dalam realitas. Akan tetapi satu hal yang pasti bahwa justru keraguan inilah yang membuktikan bahwa manusia itu nyata, benar-benar ada dalam realitas. Dapatkah manusia menunjukkan hakikatnya dalam realitas jikalau ia tidak berakal budi, berjiwa, berbadan? Hakikat manusia dalam hidupnya ditunjukkan dengan adanya akal budi, tubuh dan jiwa itu sendiri. Tanpa ketiga hal ini seseorang tidak dapat disebut manusia.
Manusia yang berakal budi, yang memiliki jiwa dan tubuh adalah sebuah kodrat yang dibawa sejak lahir yang diberikan Sang Pencipta itu sendiri. Manusia yang berakal budi adalah dia yang mampu berpikir dan  membentuk atau mencetus pengetahuannya di dalam realitas. Pengetahuan yang diperoleh setiap orang tentu saja bertolak dari apa yang disebut keraguan akan sesuatu yang dirasakan dan dialaminya.  Keraguan inilah yang merangsang manusia untuk bertanya siapa dirinya dalam realita, siapa penyebab segala sesuatu. Hal yang serupa pun pernah dialami oleh seorang filsuf ternama yakni Descartes. Keraguan Descartes akan sesuatu yang dialaminya dalam realita mampu menghadirkan sebuah cetusan baru pada abad pencerahan yakni  Cogito Ergo Sum: Aku Berpikir Maka Aku Ada.
Manusia merupakan mahluk yang berpikir dan berkesadaran. Ada dua langkah yang disampaikan  oleh Descartes dalam tulisannya untuk mengungkapkan hakekat manusia dalam realitas, yaitu, langkah yang mengarah ke dalam dan mengarah ke luar. Bagaimana Descartes menjelaskan kedua langkah itu? Dalam penjelasan berikut saya akan mengurai pemikirannya untuk menjawab pertanyaan di atas. Untuk menunjukkan bahwa manusia merupakan mahluk yang berpikir dan berkesadaran, kita perlu melihat penjelasan lebih mendalam tentang pernyataan ini melalui kajian filosofi Descartes sendiri melalui dua langkah penting.Â
Langkah Pertama: Arah ke dalam: Mencari Kebenaran dalam diri. Descartes menemukan bahwa dalam diri manusia ada tiga hal yang disebutnya ide-ide bawaan" (ideae innatae). Ketiga pandangan itu adalah sebagai berikut. (1) Ide pemikiran (cogitatio): karena aku memahami diriku sebagai mahluk berkesadaran, maka harus diterima bahwa pemikiran atau kesadaran merupakan hakikatku. (2) Ide Allah (deus). Dalam berpikir- dan juga dalam bekerja- kita menghendaki kesempurnaan. Ide kesempurnaan itu tentu saja tidak berasal dariku, sebab aku adalah mahluk yang tidak sempurna dan terbatas. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang menjadi sebab bagi adanya ide kesempurnaan dan sebab tersebut adalah Allah. Â Ide keluasan (extentio): segala sesuatu di sekitarku bisa kumengerti dalam satuan geometris (panjang, lebar, tinggi, luas, besar). Pemahaman ini mengandaikan bahwa aku memiliki ide keluasan.
Sejatinya, manusia merupakan mahluk yang berpikir. Apa yang mendorongnya untuk berpikir? ya, akal budi itu sendiri. Akal budi merupakan kodrat manusia itu sendiri atau yang disebut bagian natural dalam dirinya. Jikalau manusia tidak memiliki akal budi, maka eksistensinya tidak ada, karena manusia seluruhnya diciptakan dengan akal budi.Â
Setiap orang telah dianugerahkan akal budi oleh Penciptanya sehingga dapat dibedakan dari mahluk hidup lainnya. Artinya, dia adalah mahluk yang berpikir, berkesadaran bahwa dirinya adalah mahluk yang mencari kebenaran, kesempurnaan dengan segala pengetahuannya. Dari mana pengetahuan itu diperoleh? Pengetahuan manusia itu diperoleh dari pengalaman yang kemudian dikelolah dengan baik secara bertahap oleh akal budinya sehingga membentuk apa yang disebut pengetahuan. Pengetahuan ini juga tidak serta merta diterima begitu saja tanpa adanya pertimbangan, keraguan, observasi, sehingga kebenaran itu dapat diterima oleh akal budi.
 Langkah Kedua: Menurut Descartes, selain Allah, masih ada substansi lain, yakni jiwa yang dalam hal ini adalah pemikiran, dan  materi atau keluasan. Sebagai makhluk yang berjiwa dan berbadan manusia hendaknya menyadari bahwa dirinya adalah mahluk yang berpikir, tidak terlepas dari keraguan, mengamati sesuatu, membenarkan, menolak, menginginkan, tidak menginginkan, berimajinasi, dan merasakan sesuatu dalam kehidupannya. Descartes ingin menunjukkan suatu hal yang penting kepada manusia yang menjadi kodrat manusia itu sendiri yakni, Cogito Ergo Sum: Aku Berpikir Maka Aku Ada. Ungkapan ini  mau menunjukkan bahwa setiap orang adalah mahluk yang berkesadaran, menyadari siapa pribadinya, dan apa itu kesempurnaan atau kebenaran.Â
Manusia merupakan mahluk yang sadar. Ia sadar akan dirinya dan segala sesuatu yang mengitarinya. Kesadaran menggerakannya untuk menjalin relasi dengan sesama, alam ciptaan, dan Tuhan. Sebagai mahluk sosial yang memiliki akal budi, manusia perlu menyadari bahwa ia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama orang lain dan segala yang ada dalam realitas. Hal yang paling penting dalam hidup bersma adalah berelasi. Berelasi inilah yang membantu manusia untuk mengenal siapa dirinya, orang lain dan siapa itu Allah.Â
Ungkapan Cogito Ergo Sum berarti, saya sebagai subyek menyadari bahwa saya adalah mahluk yang berpikir dan berkesadaran. Â Kedua hal ini mau menunjukkan bahwa eksistensi saya pun ada dalam realitas. Melihat realitas yang terjadi sekarang ini manusia belum sepenuhnya sampai pada pemahaman mengenai siapa pribadinya atau bagaimana ia harus menunjukkan eksistensinya sebagai mahluk yang berpikir dan berkesadaran.Â
Sebagai mahluk yang berakal budi dan berpengetahuan hendaknya ia bertanya mengenai siapa pribadinya, berkesadaran untuk mencari apa dan siapa sebenarnya kebenaran atau kesempurnaan itu, atau apa yang menjadi dasar keberadaan manusia. Berangkat dari pribadi yang berpikir dan berkesadaran itu muncul sebuah pertanyaan dalam diri saya, apa sebenarnya hakekat manusia? Untuk memahami hal ini saya akan menerangkan hakekat manusia menurut pemikiran Rene Descartes sendiri. Gagasan Descartes mampu menjawab apa yang menjadi keraguan dalam diri manusia, bahwa  melalui akal budi manusia berpikir, mencari dan menemukan apa yang disebut dengan kesempurnaan atau kebenaran sejati.