Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Badan

5 Februari 2022   22:24 Diperbarui: 5 Februari 2022   22:26 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Badan sama dengan tubuh? Ha, ini pertanyaan bagus. Coba dicari jawaban yang tepat.  Mulai dengan contoh. Biasa ada ungkapan, jiwa dan badan. Tidak pernah bilang tubuh dan jiwa. Badan kepegawaian. Bukan tubuh kepegawaian. Badan  anggaran. Bukan tubuh anggaran. Badan legislatif. Bukan tubuh legislatif. 

Berdasarkan kebiasaan pemakaian kata 'badan' dan 'tubuh' ini sudah jelas ada perbedaan. Tidak sama arti dari badan dengan tubuh.   Badan lain, tubuh lain. Lalu? Dua kata ini tentang diri kita manusia, tubuh manusia, badan manusia. Wah, sama? Ya. Sama. Badan manusia. Tubuh manusia. Tetapi bedanya, ialah: badan mempunyai arti manusia dalam bentuk abstrak. Sehingga badan dipakai untuk hal-hal abstrak seperti badan pemerintahan, badan perkumpulan. Tubuh mempunyai arti manusia dalam bentuk konkrit sehingga ada istilah, ilmu tubuh manusia, ilmu tentang tubuh yang konkrit, yang terdiri dari anggota seperti tangan dan kaki. Atas dasar perbedaan arti ini, muncullah ungkapan, badan dan jiwa, jiwa dan badan. Badan fana, jiwa abadi. Badan mati, jiwa tidak mati. Istilah keagamaan ini memberikan arah kepada kepercayaan, manusia terdiri dari jiwa dan badan, jiwa berkaitan dengan roh, rohani, badan berkaitan dengan benda di dunia ini, duniawi. 

Badan fana, jiwa abadi. Badan dapat mati, jiwa tidak dapat mati. Muncullah ungkapan-ungkapan, jasmani-rohani, duniawi-surgawi, manusiawi-ilahi. Tanpa sadar, kita di Indonesia pun terkurung dalam pikiran dualistis, terang-gelap, atas-bawah, baik-buruk, suci-noda, kudus-dosa. Ada urusan duniawi dan ada urusan surgawi. Segala yang baik berhubungan dengan jiwa, segala yang buruk berhubungan dengan badan. Ada keterpisahan antara yang rohani dan yang jasmani, antara urusan badan dan urusan surga. Doa, ibadat, agama, urusan jiwa, surga, rohani. Makan, minum, olah-raga, politik, harta,  urusan badan, dunia, manusiawi.

Pemahaman manusia yang dilihat dari dua sisi, jiwa-badan ini mempunyai konsekwensi moral: dalam rumah ibadat, tidak boleh buat jahat, di luar rumah ibadat, boleh buat apa saja. Senin sampai Sabtu, urusan duniawi, Minggu urusan rohani. Ini berlaku untuk sesama yang beragama Kristen. Ada pemisahan, badan dari jiwa, jiwa dari badan. Badan fana, jiwa abadi. Badan mati, jiwa tidak mati.

Saya mempunyai pemahaman tentang diri kita manusia dari sudut yang lain. Manusia terdiri dari dua sisi, jiwa-badan, silahkan berpegang pada pemahaman ini. Tetapi saya berpandangan, manusia terdiri dari empat unsur: Nafsu+Nalar+Naluri+Nurani. 4N. Kalau digambar, satu segi empat, dibagi empat atas empat bidang yang sama, bidang pertama Nafsu, bidang kedua Nalar, bidang ketiga Naluri dan bidang keempat Nurani. Ini yang selalu saya ungkapkan dengan sebutan '4N, Kwadran Bele, 2011'. Pendapat ini saya rumuskan sebagai hasil penelitian dan permenungan selama enam tahun, 2005-2011. Namanya pendapat, bisa diterima, bisa ditolak. Bisa dikritik, bisa diperbaiki, bisa dikembangkan. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Badan atau tubuh manusia itu dua kata yang sama untuk menamai penampilan diri kita sebagai insan, ciptaan TUHAN. Badan fana, jiwa abadi. Itu pemahaman yang lazim. 

Manusia terdiri dari empat unsur, 4N, utuh, terpadu. Empat unsur yang membentuk diri manusia ini, fana sejauh terikat pada waktu dan tempat, abadi kalau tidak lagi terikat pada waktu dan tempat. 

Nafsu, unsur dalam diri kita manusia dalam bentuk dorongan, keinginan yang kita kejar sekarang di dunia ini. Nafsu terpenuhi  sesudah tubuh, badan terlepas dari ikatan tempat dan waktu.   Itu yang disebut mati. Jadi Nafsu itu abadi. 

Nalar, unsur dalam diri kita manusia ini yang mencari pengalaman dan pengetahuan, terbatas dalam dunia ini, tapi akan terpenuhi sesudah badan atau tubuh ini berhenti dari ikatan waktu dan tempat. TUHAN yang kita pikirkan itu kita temui dan semua orang yang sudah meninggal pun kita temui tanpa ikatan tempat dan waktu. Itu yang disebut abadi. 

Naluri, dorongan untuk hidup bersama sesama manusia itu masih terbatas oleh waktu dan tempat, tetapi sesudah keterbatasan itu hilang, kita bertemu muka dengan muka antara sesama manusia dan PENCIPTA kita, TUHAN, tanpa ikatan waktu dan tempat. Itu berarti abadi, kekal.

 Nurani sebagai unsur keempat dalam diri kita manusia ini yang menyadarkan kita tentang baik dan buruk, kudus dan dosa. Sekarang di dunia ini terbatas oleh tempat dan waktu sehingga kita berusaha untuk berdoa, beribadat, membangun tempat-tempat ibadat. Sesudan badan atau tubuh kita terlepas dari ikatan waktu dan tempat, Nurani itu jadi jernih, murni dan langsung berada bersama SANG ILAHI, YANG MAHA KUDUS, TUHAN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun