Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (31)

21 Maret 2021   20:26 Diperbarui: 21 Maret 2021   20:55 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu isi. Yah, isi bukan kulit. Isi, tidak kosong. Isi, masukkan apa-apa sehingga tidak kosong. Itulah hidup. Ada isi, keadaan. Mengisi, kegiatan. Siapa yang isi? Isi  apa, di mana, di siapa? Kosong? Kapan penuh? Banyak sekali rentetan pertanyaan ini. 

Isi perut supaya jangan perut kosong. Isi perut supaya hidup. Itu karena ada nafsu makan. Isi perut dengan nasi. Nasi putih, nasi merah, nasi goreng, rupa-rupa. Boleh pilih. Ini karya nalar. Makan di warung? Di rumah? Di jalan? Sendiri? Dengan keluarga? Dengan teman? Pilihan dengan siapa untuk  isi perut ini kerja naluri. Syukur bahwa masih bisa makan. Ada banyak orang yang tidak ada apa-apa untuk dimakan. Kasihan! Ungkapan ini hasil kerja nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011). Isi hidup supaya hidup ada isi. Siapa yang isi? Tiap orang isi sendiri. Orang lain hanya membantu. 

Isi kebutuhan nafsu supaya nafsu tetap hidup. Kalau dihitung dengan angka, seperempat ruang hidup manusia itu adalah nafsu. Seperempat yang kedua, nalar. Seperempat yang ketiga, naluri. Seperempat yang keempat, nurani. Karena dibagi empat maka dalam teori yang saya gagaskan ini saya dan kawan-kawan beri nama,  " 4N, 'Kwadran Bele' ". Ini terus terang dalam berfilsafat yang khas cetusan saya. 

Kebutuhan nalar juga perlu diisi. Pengalaman dan pengetahuan itu bahan bakar nalar. Hidup jadi pincang kalau kurang isi nalar sehingga nalar kurang berisi. Kita manusia sering mencelakakan diri karena isi nalar kurang dan bertindak ceroboh. Memakai pupuk berlebihan untuk menyuburkan tanah malah merusak lingkungan. Ini contoh isi nalar secara keliru sehingga hidup manusia bukan ditopang malah diporak-porandakan.

Naluri kita manusia itu ada untuk isi hidup dalam diri kita dengan keberadaan sesama yang membuat diri kita kuat jika lemah, diri kita tabah dalam terpaan badai cobaan. 

Nurani kita manusia itu ada untuk isi hidup dalam diri kita dengan keteduhan dan kedamaian di kala bathin sedang galau oleh ketidak-pastian hari esok. 

Hidup kita akan terus terisi oleh  kita sendiri sejauh kita terbuka dan membuka diri untuk diisi oleh empat faktor dalam diri kita, 4N. Semua kegiatan isi mengisi ini hidup ini hanya mungkin terjadi kalau saya, anda, dia, kita, membuka diri kepada DIA, AWAL dan AKHIR hidup kita. Segala yang ada ini dari DIA, oleh DIA, untuk kita. Lalu kita isi hidup kita  supaya  ringan melangkah menuju hidup yang penuh melimpah dalam DIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun