Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tokoh dari Sudut Filsafat (57)

7 Februari 2021   21:23 Diperbarui: 7 Februari 2021   22:00 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh belajar dan salah satu hasilnya, budaya. Tokoh berbudaya karena belajar. Tokoh belajar berpakaian,  belajar makan, belajar tinggal di rumah. Ini yang lazimnya disebut, sandang, pangan, papan. Sejak kecil diajar berpakaian, diajar cara makan, diajar menata rumah. 

Tokoh belajar lalu mengajar. Budaya itu berbeda-beda sesuai dengan tokoh di mana dia hidup, kapan dia hidup. Lingkungan menentukan. Tokoh belajar hidup bersama orang lain. Dalam diri tokoh ada nafsu untuk hidup. Untuk itu tokoh belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, makan apa yang bisa dihasilkan oleh lingkungan. 

Tokoh berpakaian sesuai dengan iklim di mana tokoh tinggal. Nalar tokoh terasah untuk belajar mengolah apa yang ada di sekitarnya guna dinikmati. 

Naluri tokoh mendorong dirinya untuk belajar hidup bersama dengan tokoh lain dan sama-sama menyepakati berbagai peraturan untuk ditaati supaya tidak saling mengganggu tetapi saling menyenangkan. 

Nurani tokoh merasa bahagia dengan hidup yang disadari sebagai anugerah dari Yang Maha Kuasa. (4N, Kwadran Bele, 2011).  Dengan belajar hal-hal yang baik, tokoh disebut tokoh yang berbudaya.

Tokoh belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan baru. Tokoh belajar untuk tidak terhanyut oleh perkembangan yang terus datang silih berganti. Tokoh itu saya, anda, dia, kita. Tokoh belajar untuk tidak jadi korban perkembangan. 

Tokoh subyek perkembangan, bukan obyek perkembangan. Tokoh belajar segala perkembangan yang sudah ada, sedang dan akan terjadi. 

Di sinilah tokoh diharuskan untuk belajar supaya cerdas mengendalikan nafsunya untuk tidak serakah, mengatur nalarnya untuk tidak gegabah, mengarahkan nalurinya untuk tidak ceroboh dan menenangkan nuraninya untuk tidak carut-marut. Tetap saja ada guru palsu yang mengajar tokoh untuk belajar menggerogoti alam sesuka hati. 

Tokoh kalau tidak waspada, maka hasil belajar dari guru palsu seperti ini, tokoh akan menghancurkan diri dan masa depan tokoh yang lain. Segala macam ilmu dapat dipalsukan dan tokoh bisa saja tanpa saring belajar hal-hal yang mencelakakan diri dan sesama. 

Tokoh harus sadar sesadar-sadarnya bahwa dirinya selalu jadi incaran guru palsu untuk merusak dan terus merusak baik manusia maupun alam. Ini tidak lain ulah guru palsu, Iblis. 

Tokoh belajar sembahyang, belajar sabda Tuhan, belajar sujud kepada Tuhan dan belajar hal-hal yang baik, benar dan berguna  serta belajar bekerja yang jujur. Inilah yang harus terjadi. Dunia kita pasti aman, damai dan tenteram. Itu kehendak DIA, PENCIPTA kita yang suruh kita belajar dan terus belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun