Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tokoh dari Sudut Filsafat (28)

7 Januari 2021   08:29 Diperbarui: 7 Januari 2021   08:37 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tokoh tidak sakit. Jadi dia sehat terus? Ya.  Mati saja tidak, apalagi sakit. Secara umum biasa dikatakan, perut sakit. Untuk tokoh, itu perut berubah. Seorang kawan saya di Kupang, Timor, beberapa tahun lalu rajin mengecat rambutnya dengan salep penghitam rambut. Uban disamarkan dengan cat hitam. 

Lama-lama sesudah beberapa bulan memakai obat itu, bapak, kawan saya umur lima-puluhan  ini, seorang pemuka masyarakat, kulit kepalanya gatal-gatal, kulit wajah bengkak dan masuk rumah sakit, tak tertolong, meninggal. Ini yang biasa kita katakan, sakit. Sakit akibat zat kimia yang tidak cocok dengan kulit kepala, meracuni tubuh dan mati. 

Untuk tokoh, ini upaya mengubah alam rambut yang memutih secara salah sehingga tidak cocok dengan kondisi tubuh secara keseluruhan dan tubuh berhenti tumbuh, mati. Kita katakan sakit dan mati. Untuk tokoh, tafsirannya: NAFSU mau tampil ganteng dengan rambut tetap hitam, lewat NALAR cari ramuan pabrik penghitam rambut. 

Lewat NALURI kawan saya itu bangga dianggap awet muda. Lewat NURANI kawan itu puji TUHAN karena ada zat kimia bisa hitamkan rambut melawan kodrat rambut yang hitam lalu memutih. 

Tokoh punya tafsiran ini membuka mata kita bahwa sebenarnya kita manusia ini, sehat dan tetap sehat. Dalam pertumbuhan, ada pergolakan, ada perubahan, ada pergantian organ-organ tertentu, misalnya gigi baru pada masa anak-anak. Perubahan ini yang dinamakan sakit. Padahal, itu wajar, alamiah. 

Kita manusia diberi anugerah 4N, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI untuk bertumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan, sampai saatnya tubuh disempurnakan total, lewat penghentian pertumbuhan, mati. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Tokoh terluka, tubuhnya dicambuk, darah mengucur, terkapar, diseret oleh sesama manusia karena tokoh ini menyuarakan kebenaran dan keadilan. Semua kita pasti katakan, tokoh sakit. Untuk tokoh, ini bukan sakit. 

Di luar kuasa dirinya, sesama mengurangi aliran darah karena pembuluh darahnya dicabik dengan cambuk. Proses tumbuh-kembang tubuh dihambat, demi sesama yang dibela. 

Aneh, tokoh tidak mengeluh, malah menghibur yang datang meratap. Ada tokoh, kakinya diamputasi karena celaka lalu lintas, ditabrak oleh orang yang ugal-ugalan di jalan. 

Tokoh ini berkata, 'kaki ini ada pada saya, mulanya dua, satu dipotong,  syukur masih ada satu. Kaki saya pakai, tapi Pemiliknya ambil kembali.' Pikiran tokoh ini jelas, anggota tubuh itu diberikan kepada kita, kita pakai, bukan milik kita.  

Pemiliknya adalah TUHAN. Satu per satu diubah kepada kematangan yang kita sebut tua, seperti rambut mengalami gugur dan uban. Itu bukan sakit, tapi perubahan. Tokoh itu adalah saya, anda, dia, kita.

Tokoh tidak sakit, entah dibuat sendiri atau oleh orang lain. Kalau itu dalam memberikan kesaksian tentang kebenaran, keadilan dan kasih, maka apa pun yang dialami, bukanlah sakit-penyakit, tapi perubahan dalam bentuk kurban yang ditanggung demi sesama dan dipersembahkan kepada TUHAN. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun