Makan makanan itu harus hasil keringat sendiri, pantang makan hasil curian. Orang suku Buna' sekarang rata-rata beragama Kristen Katolik, buat tanda salib, tapi doa agama asli tetap dilakukan.
Suku Buna' ini mempunyai  filsafat hidup, makan makanan itu menambah NOPIL, tenaga, memenuhi keinginan untuk hidup. Makanan, 'a', hasil dari upaya kearifan, kerja, NAWAS.Â
Makanan adalah hasil  kerja bersama orang lain, NEZEL. Kerja dengan sepenuh hati, NIMIL.  Semua usaha selalu dikaitkan dengan arwah leluhur ('mugen'), roh-roh penjaga kebun ('pan muk gomo'), dan terutama HOT ESEN, PENCIPTA segala sesuatu. Â
Filsafat orang Buna' inilah yang saya alihkan ke dalam cita-rasa bahasa Indonesia, NAFSU, NALAR, NALURI, NURANI (NOPIL, NAWAS, NEZEL, NIMIL) melalui penelitian khusus selama enam tahun, 2005 sampai 2011 (4N, Kwadran Bele, 2011) sebagai disertasi dalam menyelesaikan Doktor studi pembangunan di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, dengan berfokus pada Filsafat Pembangunan.Â
Filsafat hidup suku Buna' ini dikelompokkan ke dalam 'kearifan lokal' padahal kearifan itu tidak ada lokal atau nasional, karena kearifan itu milik manusia di mana pun kapan pun, hanya soal publikasi.Â
'I u  a o e a'. 'Kita yang hidup makan nasi dan garam'.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H