Asing itu saksi. Kita manusia adalah saksi yang menyaksikan hal-hal asing, peristiwa-peristiwa asing. Asing artinya baru, yang baru ada, sebelumnya tidak ada dan besok tidak ada lagi.Â
Peristiwa itu sekali terjadi dan tetap terjadi. Tidak pernah terulang. Kita manusia pembuat peristiwa. Manusia adalah peristiwa. Kita manusia saksi peristiwa yang terjadi di sekitar kita.Â
Sementara itu kita sendiri menjadi peristiwa karena orang lain juga jadi saksi tentang kita jadi saksi itu. Saksi saling menyaksikan. Saksi itu harus lihat sendiri, raba sendiri, dengar sendiri, alami sendiri. Saksikan yang baik. Hal yang buruk, jahat? Yah, termasuk itu juga. Tapi yang buat buruk, jahat, siapa? Kita manusia juga.Â
NAFSU kita selalu terarah kepada saksi untuk yang baik. NALAR kita mengolah data tentang yang baik. Â NALURI kita senantiasa cenderung kepada yang baik. NURANI kita selalu rindukan hal-hal yang baik. (4N, Kwadran Bele, 2011).Â
Bahwa ada hal yang buruk, jahat, itu ulah kita manusia yang menyimpang dari tujuan adanya kita untuk jadi saksi tentang segala yang baik, indah dan berguna bagi hidup kita.Â
Tidak perlu berpikir panjang lagi, segala yang baik itu dari DIA YANG MAHABAIK dan kita manusia ini ciptaan yang paling baik untuk jadi saksi tentang yang baik itu agar tetap baik. Itulah posisi kita sebagai orang asing yang jadi saksi di dunia ini. Asing dalam arti baru.Â
Asing bukan berarti bahaya. Kita saksikan matahari terbit pagi, kita saksikan orang terdekat kita bangun pagi, kita saksikan sesama tertawa, kita saksikan burung berkicau, kita saksikan ada air siram padang jadi hijau berumput, kita saksikan sungai girang mengalirkan air.Â
Ini hal-hal yang baik yang kita  saksikan dan untuk itulah kita dihadirkan di dunia ini untuk jadi saksi, bukan hanya untuk lihat dan kagum, tapi luar biasa, bahwa jadi saksi sekaligus penikmat, pemanfaat sesuai kebutuhan.
Pohon ratusan tahun tumbuh di hutan. Beberapa generasi dari kita manusia jadi saksi. Bahwa pohon itu ditebang untuk digunakan lalu diganti dengan pohon baru, bagus. Tebang dan tebang tanpa ganti, itulah tindakan ceroboh.Â
Burung terbang bebas di hutan belantara. Tidak ada satu manusia pun yang mampu membuat sarang indah dan rapi seperti nuri bagi diri dan anak-anaknya di ranting beringin yang rindang.Â
Tapi kita manusia merasa hebat mengganti sarang itu dengan sangkar besi yang kokoh indah menurut kita. Padahal si nuri  malang tersiksa berkicau seadanya di luar kodratnya atas  desakan kita manusia yang punya NAFSU mabuk hiburan,  NALAR salah arah,  NALURI singkirkan kawan, NURANI penuh gaduh. Pelihara nuri, boleh.Â
Tapi kalau begitu banyak dari kita manusia di wilayah tertentu berlomba-lomba pelihara nuri dan nuri punah, maka ini salah satu contoh, kita jadi saksi kepunahan salah satu ciptaan karya SANG PENCIPTA. Kita adalah saksi sejati, dan saksikan, betapa indahnya alam ini, karunia dari DIA.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H