Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Jasa" dari Sudut Filsafat

23 Juli 2020   13:31 Diperbarui: 23 Juli 2020   13:27 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jasa harus dihargai. Jasa manusia untuk manusia lain atau lingkungan hidup harus dihargai. Ada tanda jasa. Bermacam-macam tanda jasa, sertifikat, emblem, pangkat, pokoknya ada macam-macam tanda jasa. 

Pernah seorang bapa waktu pagi hari mau menghadiri upacara pengibaran bendera pada tanggal 17 Agustus, kebingungan karena bidang dada tidak cukup untuk melekatkan berbagai tanda jasa yang serba mengkilap. 

Cucunya mengusulkan, Opa, yang lain biar pegang saja di tangan. Karena dada dan bahu sudah penuh dan tidak ada tempat lagi. Kalau sertifikat, pernah pula ada ruang duka di rumah duka para pelayat yang datang keheran-heranan karena seluruh tembok ruang dipenuhi dengan pigura berbagai ukuran terpajang tanda jasa dari almarhum. 

Wajar, tanda jasa seperti itu dipamerkan pada waktunya. Seorang pelayat bergumam agak kelakar tanpa didengar oleh keuarga duka,"Ini pameran pembangunan!"

Manusia mempunyai NAFSU dalam bentuk dorongan untuk membantu orang lain baik itu tugas maupun di luar batas-batas tugas. Itulah jasa. NALAR manusia menyadarkan manusia untuk menanam jasa dan menghargai jasa orang lain. 

NALURI manusia merasa terpuaskan kalau karyanya dinikmati oleh orang lain dan orang lain menyatakan itu sebagai jasa. NURANI setiap manusia selalu terarah kepada perbuatan yang membahagiakan orang lain karena dengan itu sendiri akan menikmati kebahagiaan pula. 

Jasa itu hasil dari karya terpadu dari NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI manusia yang berawal dari manusia pertama sampai sekarang ini dan kapan manusia ini berakhir baru rentetan jasa itu berakhir. (4 N, Kwadran Bele, 2011).

Jasa terkait erat dengan NAFSU yang benar-benar terkendali dan terarah kepada tujuan yang luhur. Seorang ibu yang  sedang menyuapi anaknya dengan bubur semangkok kecil dari beras terakhir di kaleng dalam persiapan di  dapur.

Sambil meneteskan air mata terus menyuapi anaknya yang masih balita , sementara perut ibu ini keroncongan menahan lapar, merasa senang dan puas bahwa anaknya menelan suapan itu dengan tenang sambil tidak memahami sedikit pun bahwa mamanya sedang kehabisan makanan. 

Inilah NAFSU makan anak terpenuhi sedangkan NAFSU makan mama hanya rindu dan harap suaminya pulang membawa lembaran dua ribuan hasil ngojek seharian. NAFSU mama menanam jasa. NALAR mama sudah menggoda untuk meminta beras sekilo dari tetangga, tetapi malu dan harap rezeki tiba dari keringat sang suami. 

Hasil mencuci pakaian orang belum ia terima, nanti akhir pekan. NALURI mama yang ketiadaan makanan ini tetap terpuaskan karena si balita masih tetap segar biar dengan bubur beras terakhir. 

NURANI mama tetap berharap pada kasih orang lain dicampur pasrah pada datangnya berkat dari ATAS yang tidak tahu kapan akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun