Mohon tunggu...
Achmat Heri Dwijuwono
Achmat Heri Dwijuwono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tinggal di Gunungkidul, Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mata Rantai Pangan Organik Indonesia yang (Masih) Hilang

4 November 2024   00:50 Diperbarui: 4 November 2024   01:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pola sikap yang sama dengan petani melon, para petani cabe juga tak berani mengonsumsi cabe yang mereka tanam dan rawat dengan tangan mereka sendiri sejak berupa benih hingga berbuah lebat siap petik.

Pada kesempatan yang lain lagi saya berbincang dengan seorang tukang tebas buah-buahan. Ia menceritakan mengenai salah seorang tetangganya yang dipujinya sebagai petani sayur yang sangat baik hati. Setiapkali panen pasti memberi. Kebiasaan di daerah pedesaan memang begitu, setiapkali ada yang panen sesuatu pasti membagikan sebagian hasil panennya kepada tetangga sekitar rumah.

Awalnya ia tidak terlalu memperhatikan, namun diam-diam ada yang terasa menggelitik nuraninya. Sayur hasil panen yang dihadiahkan itu memiliki penampilan yang tidak biasa. Ya. Nampak begitu segar dan menarik hati. Saat ia cermati, barulah ia menyadari adanya sedikit kejanggalan yang selama beberapa waktu ini luput dari perhatiannya: sayur hadiah yang diterimanya selama ini selalu berkondisi mulus. Begitu utuh. Tak ada satu pun lobang bekas gigitan ulat atau serangga pada helai-helai daun itu.

Sudah menjadi tradisi di keluarganya, sayuran adalah menu sehat yang wajib hadir di meja makan setiap hari. Tapi, kalau sayurannya terlalu mulus terus begini, itu bisa membahayakan tradisi. Maka begitu punya waktu luang disempatkannya ikut ke sawah tetangganya itu yang lokasinya terletak lumayan jauh dari rumah. Tujuannya hanya satu: menyaksikan proses pembudidayaan sayur yang dipraktekkan oleh tetangganya tersebut.

Begitu menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ia berkata kepada tetangganya itu, "Mas, terimakasih selama ini setiapkali panen selalu kauberi jatah. Hanya saja, melihat caramu menanam yang seperti ini, untuk seterusnya aku memilih untuk tak usah diberi lagi saja."

Kalau ulat dan serangga, makhluk jujur yang tak punya kemampuan berbohong itu, tidak ada yang berani memakan sayuran hijau yang begitu segar, mulus, dan terlihat begitu mengundang, maka bagaimana mungkin ia berani nekad memakannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun