Aku adalah Langit,
Katamu tanpa jeda.
Biru di siang, kelam di malam, tak tergapai tangan manusia.
Namun aku membalas:
Aku Laut, biru yang lebih dalam, gelap tanpa ujung, dan selalu menyentuh dasar.
Lalu kau bertanya,
Tapi apa gunamu, Laut? Selalu gelisah dalam pasang dan surut.
Aku tersenyum getir,
Tanpaku, siapa yang mencerminkan wajahmu, Langit? Siapa yang membawa alirmu kembali ke bumi?
Kau hanya bayanganku, pantulan tak sempurna,
ujarmu, keras tapi ragu.
Aku cahaya siang, aku pelipur malam, aku di atas segalanya.
Namun aku berkata,
Tanpa aku, kau tak lebih dari kehampaan yang sunyi.
Kita berbeda, katamu lagi,
Tak ada ujung yang menyentuh awal.
Aku menjawab lembut,
Tapi lihatlah horizon itu, Langit. Di sanalah aku dan kau bersatu.
Langit terdiam.
Ia tahu---bahkan yang bertolak belakang
butuh menyapa, butuh mengerti.
Laut mengalun.
Ia paham---bahkan yang terlihat tak tergapai
tetap berbagi, tetap melengkapi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI