Apa yang Hilang dalam Dua Hari Itu?
Dua hari tanpa menulis di Kompasiana membuat saya sadar betapa pentingnya platform ini dalam hidup saya. Bagi sebagian orang, menulis mungkin hanya hobi. Tapi bagi saya, menulis adalah kebutuhan. Ia seperti napas kedua, seperti ruang untuk merenung dan berbicara dengan diri sendiri.
Saat tidak menulis, rasanya seperti kehilangan kesempatan untuk merapikan pikiran. Ide-ide yang biasanya tertuang menjadi tulisan, hanya menumpuk di kepala, seperti tamu yang tidak diundang tapi tidak mau pergi.
Selain itu, saya merasa kehilangan interaksi. Kompasiana bukan sekadar tempat menulis; ini adalah komunitas. Ada pembaca yang selalu setia memberikan komentar, ada teman-teman penulis lain yang menginspirasi dengan cerita mereka. Dua hari tanpa mereka, rasanya seperti melewatkan obrolan seru dengan sahabat.
Pelajaran dari Dua Hari Itu
Dari pengalaman ini, saya belajar beberapa hal:
* Prioritas Itu Penting
Ketika anak sakit, jelas keluarga adalah prioritas utama. Tapi itu tidak berarti kita harus mengabaikan kebutuhan diri sendiri sepenuhnya. Bahkan di tengah kesibukan merawat, saya tetap bisa mencuri waktu untuk membaca atau sekadar menuliskan satu-dua kalimat di catatan pribadi.
* Menulis Adalah Terapi
Saya semakin yakin bahwa menulis adalah terapi. Saat akhirnya saya kembali menulis setelah dua hari, rasanya seperti melepas beban. Semua keresahan, rasa lelah, dan kegelisahan seolah mengalir keluar bersama kata-kata.
* Komunitas Itu Berharga
Kompasiana adalah rumah kedua. Ketika saya tidak aktif, saya merindukan interaksi, komentar, dan bahkan kritik dari pembaca. Komunitas ini adalah salah satu alasan saya tetap semangat menulis.
Kembali dengan Semangat Baru
Kini, anak saya sudah pulih, dan saya kembali menulis. Dua hari tanpa Kompasiana membuat saya lebih menghargai setiap momen di sini. Saya menyadari bahwa menulis bukan hanya soal berbagi, tapi juga soal menemukan diri sendiri.