Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lonely Marriage: Apa yang Dilihat dan Dirasakan Anak

26 Oktober 2024   16:41 Diperbarui: 26 Oktober 2024   17:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Pernahkah kamu merasa kesepian di tengah keramaian? Bayangkan jika anak-anak kita yang merasakan hal itu di rumah mereka sendiri."

Anak-anak adalah saksi bisu dari berbagai hal yang terjadi dalam keluarga, termasuk pernikahan orang tua. Bagi sebagian orang tua, mempertahankan pernikahan demi anak-anak adalah pilihan logis. Namun, banyak yang tidak menyadari dampak dari apa yang disebut sebagai lonely marriage ketika pernikahan terus berjalan tanpa kehangatan atau komunikasi yang baik terhadap perkembangan emosional dan mental anak-anak.

Apa Itu Lonely Marriage?

Lonely marriage adalah kondisi di mana dua individu dalam pernikahan tetap bersama secara fisik tetapi terpisah secara emosional. Kita mungkin tetap berbagi rumah, kegiatan sehari-hari, bahkan keuangan, tetapi rasa cinta, perhatian, dan koneksi yang hangat sudah hilang. Kita lebih seperti dua orang asing yang hidup bersama untuk memenuhi kewajiban atau "demi anak-anak." 

Namun, yang sering terlupakan adalah anak-anak sangat sensitif terhadap lingkungan emosional di sekitar mereka. Mereka mampu menangkap perasaan yang tidak diungkapkan, melihat ekspresi, bahasa tubuh, dan interaksi orang tua. Anak-anak ini mungkin tidak secara verbal menyatakan bahwa mereka merasakan ada yang "salah," tetapi tanda-tanda emosional dan perilaku yang muncul dapat menunjukkan dampak yang dalam.

 Apa yang Dilihat dan Dirasakan Anak dari Lonely Marriage?

1. Kehilangan Rasa Aman
   - Dalam sebuah studi dari American Psychological Association, anak-anak yang tumbuh dalam rumah tangga dengan ketidakbahagiaan pernikahan cenderung mengalami rasa tidak aman dan cemas. Anak-anak sering merasa takut atau bingung jika tidak memahami mengapa orang tua mereka tidak saling menyayangi seperti pasangan lain yang mereka lihat. Mereka mungkin mulai mempertanyakan konsep cinta, pernikahan, dan keluarga.

2. Menjadi "Penjaga Damai"
   - Banyak anak dalam keluarga yang penuh ketegangan emosional merasa harus menjadi penjaga damai atau penghibur bagi orang tua mereka. Misalnya, seorang anak mungkin mencoba bertindak manis atau melakukan tindakan yang diharapkan dapat mengalihkan perhatian orang tua dari konflik. Mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan suasana hati orang tua, mengesampingkan perasaan mereka sendiri demi menjaga kedamaian keluarga. Hal ini dapat menyebabkan beban emosional yang berat di usia yang seharusnya masih bebas bermain dan bereksplorasi.

3. Meniru Pola Komunikasi yang Tidak Sehat
   - Sebuah penelitian oleh University of California menemukan bahwa anak-anak yang melihat orang tua berinteraksi tanpa rasa cinta atau kehangatan cenderung mengadopsi pola komunikasi yang sama. Mereka belajar dari contoh orang tua, dan tanpa sadar mengembangkan cara berkomunikasi yang tertutup atau defensif. Akibatnya, saat dewasa, mereka bisa kesulitan membangun hubungan yang sehat dan terbuka dengan orang lain.

4. Perasaan Terabaikan
   - Orang tua yang terjebak dalam lonely marriage sering kali sibuk dengan masalah pribadi atau emosional mereka sendiri sehingga anak-anak merasa diabaikan. Tanpa disadari, mereka merasakan kekosongan emosional karena kurangnya perhatian atau kehangatan. 

5. Kebingungan Akan Konsep Cinta dan Pernikahan
   - Anak-anak dari pernikahan yang tidak bahagia sering mengalami kebingungan tentang bagaimana cinta dan pernikahan seharusnya berjalan. Mereka mungkin tumbuh dengan pandangan sinis atau skeptis terhadap hubungan, dan bahkan takut untuk berkomitmen atau menjalin hubungan jangka panjang karena khawatir mengulangi pola yang sama.

Mengapa Orang Tua Bertahan dalam Lonely Marriage?

Banyak pasangan bertahan dalam pernikahan yang sudah kehilangan kebahagiaan karena alasan ekonomi, norma sosial, atau yang paling umum: "demi anak-anak." Menurut survei dari National Marriage Project, sekitar 70% orang tua yang merasa tidak bahagia dalam pernikahan menyatakan bahwa mereka bertahan karena tidak ingin anak-anak mereka terluka atau merasa tidak lengkap dalam keluarga yang bercerai. Ironisnya, dalam upaya melindungi anak-anak, mereka malah menciptakan lingkungan yang kurang sehat secara emosional.

Cara Anak-Anak Menyikapi Lonely Marriage

Tidak semua anak menyikapi lonely marriage dengan cara yang sama. Beberapa anak mungkin terlihat baik-baik saja di luar, tetapi sebenarnya mengalami tekanan emosional di dalam. Berikut beberapa cara mereka merespons:

- Menjadi Anak yang Berprestasi Ekstra
  Banyak anak mencoba membuktikan diri melalui prestasi akademik atau olahraga sebagai bentuk pelarian atau untuk mencari perhatian. Mereka berharap dengan menjadi anak yang "sempurna," mereka dapat menyelamatkan pernikahan orang tua atau setidaknya mendapatkan perhatian lebih.

- Menarik Diri atau Memberontak
  Beberapa anak merespons dengan menarik diri dari kehidupan sosial atau justru memberontak sebagai bentuk ekspresi atas ketidakpuasan emosional yang mereka rasakan di rumah. Mereka merasa tidak didengar atau tidak dimengerti, sehingga melampiaskan perasaan mereka melalui perilaku negatif.

- Mengembangkan Hubungan Sehat dengan Figur Lain
  Sebagian anak mencari kenyamanan dan kehangatan dari orang lain seperti guru, teman, atau figur dewasa lain yang bisa memberikan perhatian yang mereka butuhkan. Ini adalah cara alami mereka mencari rasa aman dan cinta yang mungkin tidak mereka dapatkan di rumah.

Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?

Lonely marriage bukan berarti akhir dari kebahagiaan anak ada langkah-langkah untuk meminimalkan dampak negatif pada anak:

1. Komunikasi Terbuka dengan Anak
   - Penting bagi orang tua untuk berbicara dengan anak tentang perasaan mereka, tanpa harus mengungkapkan semua masalah pernikahan. Anak-anak akan merasa lebih aman jika mereka tahu bahwa mereka bisa berbicara dan didengarkan.

2. Berikan Contoh Hubungan yang Sehat
   - Jika memungkinkan, orang tua bisa menunjukkan pada anak bahwa hubungan bisa berjalan sehat melalui komunikasi yang baik, kerja sama, dan saling menghargai. Meskipun tidak mudah dalam kondisi lonely marriage, usaha kecil untuk membangun suasana rumah yang lebih positif bisa memberikan perubahan besar pada perasaan anak.

3. Ciptakan Momen Kebersamaan yang Berkualitas
   - Sesibuk atau secanggung apapun, orang tua bisa mencoba menciptakan momen-momen sederhana yang membahagiakan dengan anak, seperti waktu makan bersama atau kegiatan rekreasi. Kualitas waktu bersama sangat berharga bagi anak, meski interaksi orang tua mungkin terbatas.

Anak-anak memiliki kemampuan untuk merasakan dan menangkap situasi emosional yang terjadi di rumah. Lonely marriage bisa memberi dampak besar bagi perkembangan emosional dan mental mereka. Orang tua perlu memahami bahwa menjaga kebahagiaan anak bukan hanya soal tetap bersama atau hidup dalam satu atap, tetapi juga bagaimana menjaga ikatan emosional dan memberikan contoh hubungan yang sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun