Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksklusi Sosial di Kalangan Guru: Perundungan Terselubung dalam Bentuk Pengucilan

19 Oktober 2024   09:45 Diperbarui: 19 Oktober 2024   09:49 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/one-against-all-all-against-one-1744086/


Perundungan di lingkungan kerja sering kali diasosiasikan dengan tindakan verbal seperti celaan, hinaan, atau komentar kasar yang terbuka. Namun, ada bentuk perundungan lain yang lebih halus dan sulit dikenali, yakni pengucilan atau eksklusi sosial. Di kalangan guru, pengucilan bisa menjadi masalah serius yang sering kali tidak dianggap sebagai bentuk perundungan, padahal dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis dan profesional seseorang sama merusaknya. 

Pengucilan: Perundungan yang Terselubung

Perundungan tidak melulu soal kekerasan verbal atau fisik; pengucilan atau eksklusi sosial juga termasuk bentuk perundungan. Dalam lingkungan sekolah, pengucilan bisa terjadi saat seorang guru tidak dilibatkan dalam kegiatan profesional atau sosial, baik secara eksplisit maupun implisit. Misalnya, ada guru yang sengaja tidak diajak untuk berpartisipasi dalam rapat-rapat penting, diskusi akademik, atau kegiatan sosial sekolah. Bisa juga terjadi ketika kolega sengaja mengabaikan usulan dan pendapat seorang guru dalam rapat, atau tidak memberikan dukungan yang sama seperti yang diberikan kepada guru lainnya.

Eksklusi sosial ini sering kali terjadi secara terselubung dan dianggap sebagai hal yang sepele. Banyak pihak melihatnya sebagai bentuk dinamika kelompok yang wajar atau sekadar perbedaan karakter antarguru. Padahal, pengucilan ini bisa merusak kepercayaan diri, menghambat karier, dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat.

Data tentang Perundungan di Tempat Kerja

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Workplace Bullying Institute (WBI) pada tahun 2021, sekitar 30% karyawan di berbagai bidang pernah mengalami perundungan di tempat kerja, dengan 19% dari mereka mengaku menjadi korban pengucilan sosial. Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hampir 25% guru di seluruh dunia pernah merasakan bentuk pengucilan di tempat kerja, baik dari kolega maupun atasan. Data ini menggambarkan betapa umum dan seriusnya permasalahan pengucilan di tempat kerja, termasuk di lingkungan pendidikan.

Bentuk-Bentuk Eksklusi Sosial di Sekolah

Pengucilan di tempat kerja bagi guru bisa beragam bentuknya. Berikut beberapa bentuk pengucilan yang sering ditemui:

1. Tidak Diikutsertakan dalam Kegiatan Profesional
Seorang guru bisa saja tidak dilibatkan dalam rapat penting atau diskusi akademik yang berkaitan dengan program sekolah. Ini bisa membuat guru merasa diabaikan dan tidak dihargai kontribusinya.
   
2. Diabaikan dalam Interaksi Sosial 
Dalam lingkungan sekolah, ada kalanya guru tidak dilibatkan dalam percakapan informal atau kegiatan sosial yang dilakukan oleh kelompok guru lain. Ini bisa menciptakan rasa keterasingan, terutama jika hal tersebut terjadi secara berulang.

3. Marginalisasi dalam Pengambilan Keputusan
Seorang guru yang kerap diabaikan pendapatnya dalam rapat atau diskusi profesional juga bisa merasakan bentuk pengucilan. Usulan atau ide-idenya tidak mendapat perhatian yang layak, seolah-olah suaranya tidak penting.

4. Diskriminasi Informasi
Pengucilan bisa juga terjadi dalam bentuk diskriminasi akses informasi, misalnya tidak diberi tahu tentang perubahan penting atau keputusan strategis yang diambil oleh manajemen sekolah, sehingga menghambat guru tersebut dalam menjalankan tugasnya dengan optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun