Menerapkan Stoikisme dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai Guru
Menerapkan prinsip-prinsip stoikisme di lingkungan sekolah tidak harus sulit. Berikut adalah beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan guru untuk mengurangi tekanan toxic positivity dan tetap autentik:
1. Refleksi Harian
  Guru bisa meluangkan waktu beberapa menit setiap hari untuk refleksi pribadi. Ini bisa berupa menulis jurnal atau sekadar merenung tentang apa yang telah terjadi sepanjang hari. Dengan merenungkan situasi yang sulit dan bagaimana mereka meresponsnya, guru bisa belajar menerima kenyataan tanpa merasa harus selalu positif.
2. Menghargai Proses, Bukan Hasil
  Stoikisme mengajarkan pentingnya fokus pada proses daripada hasil akhir. Bagi guru, ini berarti mengapresiasi upaya mereka dalam mengajar, meskipun hasilnya mungkin tidak selalu sesuai harapan. Daripada merasa frustrasi karena murid tidak memahami pelajaran, guru bisa fokus pada langkah-langkah kecil yang sudah mereka lakukan untuk membantu siswa.
3. Memelihara Keseimbangan Emosi
  Dalam menghadapi tekanan kerja, stoikisme mendorong guru untuk menjaga keseimbangan emosi. Ketika muncul masalah, seperti murid yang sulit diatur atau konflik dengan rekan kerja, penting untuk tidak bereaksi berlebihan. Guru yang berpegang pada prinsip stoik akan menghadapi situasi tersebut dengan tenang dan berpikir sebelum bertindak.
4. Mengontrol Apa yang Bisa Dikendalikan
  Stoikisme mengajarkan untuk fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali kita. Dalam konteks mengajar, ini berarti guru tidak perlu terobsesi dengan hal-hal di luar kendali mereka, seperti kebijakan sekolah yang berubah atau tekanan dari orang tua. Sebaliknya, mereka bisa fokus pada bagaimana mereka merespons situasi tersebut dengan cara yang produktif.
Stoikisme untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik
Toxic positivity di kalangan guru bukanlah hal yang bisa diabaikan, karena dampaknya dapat merusak kesejahteraan mental dan kualitas pendidikan. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip stoikisme, para guru bisa belajar untuk menerima kenyataan dengan bijak, menghadapi tantangan tanpa berpura-pura, dan tetap tegar meskipun situasi tidak selalu ideal. Stoikisme membantu para guru menjadi lebih autentik, menjaga kesehatan mental, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung serta sehat secara emosional.
Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan contoh yang lebih realistis kepada murid-murid mereka, bahwa
kekuatan sejati bukanlah berpura-pura positif setiap saat, melainkan memiliki keteguhan hati untuk menerima kenyataan dan tetap maju meskipun tantangan datang silih berganti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H