Berbicara tentang literasi di kalangan pelajar, terutama siswa SMP, bukanlah hal mudah. Umumnya, di dalam kelas, ajakan untuk menulis sering kali disambut dengan keluhan. Suara-suara tanya seperti "Bu, kalimat pertamanya gimana ya?" kerap terdengar saat guru meminta mereka berlatih menulis. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para guru bahasa Indonesia, yang berharap siswa-siswanya mampu menyampaikan ide, perasaan, dan opini mereka dalam bentuk tulisan. Maka, ketika kesempatan bagi siswa-siswa ini untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana muncul, saya pun merasa sedikit pesimis. Benarkah mereka akan tertarik? Apakah mereka akan mampu konsisten menulis selama sebulan penuh?
Namun, seiring berjalannya waktu, keraguan itu perlahan berubah menjadi kekaguman yang mendalam. Siapa sangka, di balik kebingungan saat di kelas, ternyata para siswa menyimpan kreativitas dan ide-ide liar yang hanya perlu dorongan yang tepat untuk keluar. Mereka pun mulai membuktikan diri dengan mengirimkan tulisan-tulisan mereka dalam berbagai kategori, mulai dari puisi, cerpen, cerbung, musik, inovasi, bahkan hingga topik politik. Kreativitas para siswa ini mengalir dengan lancar, menghasilkan karya-karya yang di luar dugaan.
Dari Skeptis Menjadi Antusias
Memulai hari pertama tantangan, tulisan-tulisan para siswa mungkin tampak sederhana, namun menunjukkan kegigihan yang luar biasa. Sebagian dari mereka mengaku awalnya bingung harus menulis apa. Namun, alih-alih menyerah, mereka mencoba mencari inspirasi dari hal-hal yang mereka alami sehari-hari. Tak jarang, mereka mengambil ide dari situasi sosial yang mereka amati, cerita teman-teman, atau bahkan dari pengalaman pribadi. Dalam proses ini, mereka tak hanya belajar menulis, tetapi juga belajar untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Di hari-hari awal, tulisan mereka memang masih perlu banyak penyempurnaan, baik dari segi kaidah bahasa maupun struktur kalimat. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat mereka. Setiap hari, para siswa ini terus menulis dan memperbaiki diri. Sebuah proses yang menurut saya adalah pembelajaran yang jauh lebih berharga daripada sekadar mengejar kesempurnaan tulisan.
Beberapa di antara mereka menulis puisi yang penuh emosi, ada yang membuat cerpen dengan plot twist tak terduga, bahkan ada yang berani menuangkan pendapat kritis di topik-topik seperti politik, musik, dan inovasi. Mereka pun menulis cerbung (cerita bersambung) yang memikat pembaca untuk terus mengikuti tiap episode berikutnya.
Menariknya, beberapa tulisan mereka bahkan berhasil masuk dalam kategori terpopuler dan menjadi artikel pilihan di Kompasiana. Bagi siswa SMP yang baru memulai debutnya dalam dunia literasi digital, pencapaian ini terasa luar biasa. Terlepas dari kekurangan dalam tata bahasa atau ejaan, fakta bahwa mereka mampu menarik perhatian pembaca adalah prestasi yang patut diapresiasi. Berikut beberapa judul para siswa yang masuk artikel pilihan
5 Hal yang Bisa Dilakukan Saat Bosan Supaya Lebih Produktif
Cerita di Balik "Hujan" -Tere LiyeÂ