Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa Paling Tahu Jalan?

8 Oktober 2024   09:27 Diperbarui: 8 Oktober 2024   10:22 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak-bapak, nyari jalan ya?" tanyanya polos.

Para tukang becak itu saling berpandangan, lalu Pak Wira dengan malu-malu menjawab, "Iya, Nak. Kamu tahu jalan ke alamat ini?" Ia menunjuk secarik kertas di tangan turis itu.

Anak kecil itu mengangguk mantap. "Oh, itu dekat sekolah saya! Lewat gang belakang situ terus belok kiri, nanti ketemu deh," katanya sambil menunjuk jalan yang tak mereka duga.

Dengan penuh rasa malu, para tukang becak mengikuti arahan si anak kecil. "Maaf ya, Pak. Ke kiri sedikit lagi," ujar si anak kecil sambil menunjuk jalan. Para tukang becak itu menurut, meski tampak canggung. 

"Nah, belok kanan di sini, Pak. Sudah dekat, kok," lanjutnya dengan penuh percaya diri, sementara para tukang becak saling berpandangan, setengah malu. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, mereka tiba di tempat yang dimaksud. 

Si turis tersenyum lega, menatap anak kecil itu dengan rasa terima kasih. "Thank you very much! You've been a great help," katanya sambil memberikan tip yang cukup besar. Bocah itu hanya mengangguk dengan senyum lebar, bangga bisa membantu.

Setelah turis itu pergi, Pak Wira, Pak Hadi, dan Rahmat hanya bisa menatap jalanan dengan perasaan campur aduk. 

Rahmat tertawa kecil, mengusap kepalanya. "Hidup ini lucu ya, kita ini yang katanya paling tahu jalan malah kalah sama bocah kecil."

Pak Hadi, sambil menghela napas panjang, menepuk pundak Rahmat. "Mungkin kita terlalu sibuk membuktikan diri, sampai lupa kalau jalan itu sering berubah. Kadang yang kita kira tahu, malah kita paling nggak tahu."

Pak Wira mengangguk, menatap jauh ke arah gang yang mereka lewati tadi. "Iya, mungkin kita terlalu bangga sama rute kita sendiri, sampai nggak lihat kalau ada jalan lain yang lebih baik."

Di bawah matahari yang semakin terik, mereka akhirnya tersenyum satu sama lain. "Ternyata capek juga ya, dorong becak keliling kota," ujar Rahmat sambil mengusap keringat di dahinya. "Iya," jawab Pak Hadi dan Pak Wira serempak.  Mereka saling pandang sejenak, meresapi pelajaran yang lebih dari sekadar mengenal jalan kota. "Mungkin ini cara Tuhan ngajarin kita buat lebih rendah hati," tambah Rahmat pelan. Pak Hadi mengangguk setuju, "Iya, hari ini kita dapet lebih dari yang kita cari."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun