Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Musuh Terbesar dalam Mendidik Anak Bukan Gadget, tapi Rasa Malas Orang Tua

6 Oktober 2024   17:57 Diperbarui: 6 Oktober 2024   17:59 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika membahas tentang tantangan terbesar dalam mendidik anak di era modern, banyak dari kita langsung menunjuk gadget sebagai pelaku utama yang "merusak" kedekatan dan perkembangan anak. Anak-anak sekarang memang sering tampak tenggelam dalam layar, dari tablet hingga smartphone. Namun, apakah benar gadget yang menjadi masalah utamanya, ataukah ada akar permasalahan lain yang kerap kita abaikan? Bisa jadi, gadget hanyalah sebuah alat, sementara sumber masalah sesungguhnya adalah rasa malas yang secara halus dan tanpa sadar melekat pada kita, para orang tua.

Kita perlu menyadari bahwa pendidikan terbaik dimulai dari rumah. Anak adalah cerminan dari apa yang mereka lihat dan alami setiap hari di lingkungan terdekat mereka, khususnya dari orang tua. Berikut ini beberapa bentuk "malas" yang seringkali kita abaikan namun diam-diam menggerogoti perkembangan anak kita.

1. Malas Menyisihkan Gadget Saat Bersama Anak

Banyak orang tua yang tanpa disadari, lebih sering memeriksa ponsel mereka dibandingkan memperhatikan anaknya. Menurut data dari Common Sense Media, hampir 62% orang tua mengakui sering terganggu oleh notifikasi saat bersama anak. Situasi ini membuat anak merasa terabaikan, bahkan saat kita berada secara fisik di dekat mereka. Hal tersebut  dapat menurunkan kualitas hubungan emosional anak dengan orang tua serta memengaruhi perkembangan sosial dan kognitif mereka.

Solusi: Singkirkan gadget saat bersama anak. Luangkan waktu yang berkualitas tanpa gangguan notifikasi. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan diperhatikan.

2. Malas Mendengarkan Anak, Lebih Suka Bicara

Seringkali, kita lebih banyak memberi nasihat atau instruksi pada anak, daripada benar-benar mendengarkan apa yang mereka rasakan dan pikirkan. Padahal, mendengarkan adalah cara efektif untuk mengenal anak lebih dekat. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Harvard Graduate School of Education, anak yang merasa didengarkan oleh orang tuanya cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi dan kemampuan komunikasi yang lebih baik.

Solusi: Bicara lebih sedikit, dan dengarkan lebih banyak. Tanyakan pendapat anak dan berikan mereka kesempatan untuk menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka tanpa merasa dihakimi. Ini membantu anak untuk merasa dipahami dan dihargai sebagai individu.

3. Malas Menjadi Teladan, Hanya Ingin Mengarahkan

Anak belajar bukan hanya dari apa yang mereka dengar, tetapi juga dari apa yang mereka lihat. Jika orang tua sering berkata, "Jangan main gadget terus," tetapi mereka sendiri terus-menerus menatap layar, pesan tersebut tidak akan efektif. Menurut studi dari American Academy of Pediatrics, anak-anak belajar lebih efektif dari tindakan orang tua dibandingkan dari kata-kata mereka.

Solusi: Jadilah teladan yang baik. Jika kita ingin anak terbiasa membaca, mulailah dengan memperlihatkan kebiasaan membaca dalam keseharian kita. Jika ingin anak terbiasa berinteraksi tanpa gadget, tunjukkan sikap yang sama ketika bersama keluarga.

4. Malas Menanamkan Nilai Agama Secara Rutin

Agama bukan sekadar ritual, melainkan nilai-nilai dasar yang dapat membentuk karakter anak. Namun, karena rutinitas yang padat, orang tua sering merasa cukup dengan sekadar memasukkan anak ke lembaga pendidikan agama. Padahal, pendidikan agama yang rutin dari orang tua di rumah sangat penting untuk membentuk moral anak. Menurut riset dari Pew Research Center, anak-anak yang tumbuh dengan pengajaran agama dari orang tua cenderung memiliki fondasi moral yang kuat dan lebih mampu menghadapi tekanan sosial.

Solusi: Tanamkan nilai-nilai agama secara rutin dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga dalam tindakan. Misalnya, dengan berdoa bersama, memberikan teladan kebaikan, dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama.

5. Malas Memberikan Cinta dan Perhatian Setiap Hari

Anak membutuhkan cinta dan perhatian secara konsisten. Menurut data dari National Scientific Council on the Developing Child, anak yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua secara konsisten menunjukkan perkembangan emosional yang lebih stabil dan memiliki tingkat stres yang lebih rendah. Namun, kesibukan sering kali membuat orang tua lalai memberikan perhatian penuh pada anak, dan inilah yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan emosional mereka.

Solusi: Berikan cinta dan perhatian setiap hari. Tunjukkan kasih sayang dengan cara sederhana seperti pelukan, pujian, atau hanya dengan menanyakan bagaimana harinya. Hal ini akan membuat anak merasa aman dan dicintai.

Ubah Fokus, Perbaiki Diri Sendiri

Gadget bukanlah satu-satunya yang harus disalahkan. Sebaliknya, mari kita refleksikan kembali peran kita sebagai orang tua. Apakah kita sudah memberikan yang terbaik dalam mendampingi tumbuh kembang anak? Apakah kita sudah benar-benar hadir secara emosional dan fisik dalam kehidupan mereka? Dengan memperbaiki sikap dan pola asuh kita, anak akan lebih mudah tumbuh dengan karakter yang baik, terlepas dari adanya gadget atau tidak.

Menjadi orang tua yang baik memang tidak mudah, tetapi setiap usaha yang kita lakukan akan memberikan dampak positif yang besar pada anak. Mari, mulai dari sekarang, perbaiki diri kita sebagai orang tua.

Jadikan diri kita bukan hanya sebagai "pendamping" yang ada secara fisik, tetapi juga sebagai sosok yang memberikan cinta, perhatian, dan nilai-nilai kehidupan yang kuat kepada anak-anak kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun