Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Doom Spending, Kebiasaan Buruk yang Dibentuk oleh Lingkungan atau Masalah Personal?

1 Oktober 2024   21:50 Diperbarui: 1 Oktober 2024   23:08 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/thekristinlarsen/

Studi yang diterbitkan oleh Journal of Consumer Research menunjukkan bahwa individu yang lebih sering terpapar konten media sosial terkait konsumsi cenderung lebih impulsif dalam berbelanja. 

Sebanyak 74% responden mengaku melakukan pembelian barang-barang yang tidak mereka butuhkan setelah melihat iklan atau postingan di media sosial.

3. Tekanan Budaya dan Kebiasaan Kolektif
Di banyak masyarakat, ada norma-norma budaya yang mendorong perilaku konsumtif. Misalnya, di beberapa komunitas, belanja barang-barang mewah dianggap sebagai tanda status sosial atau kesuksesan. 

Oleh karena itu, ada tekanan untuk terus meningkatkan standar hidup melalui konsumsi, meskipun secara finansial hal ini tidak selalu memungkinkan. Dalam jangka panjang, tekanan semacam ini dapat memicu doom spending sebagai upaya untuk memenuhi ekspektasi sosial.

Masalah Personal: Impulsif dan Stres yang Buruk

Meski faktor lingkungan memiliki pengaruh yang kuat, masalah pribadi seperti gangguan impulsif dan manajemen stres yang buruk juga memainkan peran besar dalam kebiasaan doom spending. Beberapa individu memiliki kecenderungan untuk mengandalkan belanja sebagai mekanisme koping ketika menghadapi tekanan hidup atau masalah emosional.

 1. Gangguan Impulsif dan Kontrol Diri
Bagi sebagian orang, doom spending dapat dikaitkan dengan gangguan kontrol impulsif. Individu dengan masalah ini sering kali mengalami kesulitan dalam menahan dorongan untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang, termasuk dalam hal belanja. Belanja impulsif menjadi semacam pelarian instan yang memberikan kepuasan sementara, tetapi dengan harga yang mahal.

Penelitian dari American Psychological Association (APA) tahun 2020 menemukan bahwa gangguan kontrol impulsif, seperti *compulsive buying disorder* (CBD), mempengaruhi sekitar 5% populasi dewasa di Amerika Serikat. Individu yang mengalami CBD sering kali merasa sulit mengendalikan dorongan belanja mereka, meskipun sadar akan dampak finansial yang buruk.

2. Stres dan Kesehatan Mental
Selain gangguan impulsif, manajemen stres yang buruk juga menjadi salah satu faktor utama dalam kebiasaan doom spending. Dalam kondisi stres yang tinggi, beberapa orang cenderung mencari pelarian dalam bentuk kegiatan yang memberikan kepuasan instan, seperti berbelanja. 

Aktivitas ini dapat memberikan efek dopamine rush yang membuat mereka merasa lebih baik, meskipun hanya untuk sementara waktu.

Dalam sebuah survei sebanyak 72% responden mengaku bahwa mereka cenderung berbelanja lebih banyak saat merasa stres. Survei ini juga mengungkapkan bahwa belanja sering dianggap sebagai bentuk pelarian emosional yang dapat mengalihkan perhatian dari masalah atau tekanan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun