Makanan seperti sayuran, daging, atau ikan yang dibekukan dengan cepat (flash freezing) bahkan bisa lebih segar dibandingkan dengan produk segar yang sudah berhari-hari disimpan di rak pasar atau kulkas.
Mitos "Makanan Malas"
Meski frozen food menawarkan banyak keuntungan, stigma bahwa mengonsumsi frozen food adalah pilihan "malas" masih sering terdengar.
Banyak orang menganggap bahwa mereka yang sering memilih frozen food adalah orang-orang yang tidak mau repot memasak atau tidak peduli dengan gizi makanan yang mereka konsumsi.
Namun, apakah stigma ini benar?
Pada dasarnya, definisi "malas" sangat subjektif. Mengandalkan frozen food tidak serta-merta berarti seseorang malas memasak.
Dalam konteks kehidupan modern, banyak orang yang harus membagi waktu antara pekerjaan, keluarga, dan kebutuhan pribadi lainnya. Dalam situasi seperti ini, memilih frozen food justru bisa menjadi bentuk efisiensi, bukan kemalasan.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition Education and Behavior menemukan bahwa orang-orang yang menggunakan frozen food secara rutin sebenarnya lebih mampu menjaga pola makan seimbang. Ini karena frozen food menyediakan porsi dan komposisi yang jelas, sehingga lebih mudah untuk memantau asupan kalori dan gizi harian.
Dalam beberapa kasus, frozen food juga membantu orang yang sedang menjalani diet ketat untuk tetap konsisten tanpa harus repot menghitung dan menyiapkan bahan makanan setiap hari.
Kualitas Gizi: Mitos vs Fakta
Ada anggapan bahwa frozen food memiliki kualitas gizi yang lebih rendah dibandingkan makanan segar. Mitos ini seringkali menjadi alasan utama orang-orang menolak frozen food, karena dianggap tidak sehat dan mengandung bahan pengawet berbahaya. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar.
Faktanya, banyak frozen food yang melalui proses pembekuan cepat setelah dipanen atau diproduksi, sehingga nilai gizinya tetap terjaga. Sayuran dan buah yang dibekukan, misalnya, umumnya dipanen pada saat puncak kematangan dan langsung dibekukan untuk menghentikan proses kerusakan.