Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Donor ASI: Membantu Ibu dan Bayi Melalui Kebaikan Hati

10 September 2024   07:05 Diperbarui: 10 September 2024   07:22 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ASI (Air Susu Ibu) adalah sumber nutrisi terbaik untuk bayi, khususnya pada enam bulan pertama kehidupan. ASI mengandung nutrisi lengkap dan antibodi penting yang mendukung perkembangan bayi dan melindungi mereka dari berbagai penyakit. 

Namun, tidak semua ibu bisa memberikan ASI kepada bayi mereka secara langsung. Beberapa ibu mengalami kesulitan dalam produksi ASI, kondisi medis, atau alasan lain yang membuat mereka tidak dapat menyusui. Hal itu pula yang saya alami, rendahnya produksi ASI. Di sinilah pentingnya donor ASI. Donor ASI merupakan bentuk kebaikan hati yang memungkinkan bayi-bayi yang membutuhkan untuk mendapatkan manfaat optimal dari ASI meski bukan berasal dari ibunya sendiri.

Mengapa Donor ASI Penting?

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama memiliki risiko lebih rendah terhadap penyakit infeksi seperti diare dan pneumonia, serta mengurangi risiko malnutrisi. Sayangnya, penelitian dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan bahwa di Indonesia, hanya sekitar 37,3% bayi di bawah enam bulan yang mendapat ASI eksklusif. Salah satu penyebab rendahnya angka ini adalah karena masalah produksi ASI yang dialami oleh ibu.

Data dari UNICEF juga mencatat bahwa 21 juta bayi lahir setiap tahun di seluruh dunia tidak mendapatkan ASI dalam satu jam pertama setelah lahir. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa hanya 68,74% bayi yang mendapat ASI dalam 24 jam pertama. Faktor-faktor seperti stres, kondisi kesehatan ibu pascapersalinan, terbatasnya ruang dan waktu untuk memompa ASI selama jam kerja, hingga masalah psikologis bisa menghambat produksi ASI. 

Donor ASI menjadi solusi untuk memastikan bayi-bayi tersebut tetap mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Donor ASI tidak hanya membantu ibu yang memiliki masalah dalam menyusui, tetapi juga memberikan kesempatan bagi bayi yang lahir prematur atau dengan berat badan rendah untuk mendapatkan ASI yang sangat penting bagi tumbuh kembang mereka.

Bagaimana Proses Donor ASI?

Proses donor ASI di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama terkait regulasi dan kesadaran masyarakat. Di beberapa negara maju, sudah ada bank ASI yang diatur secara ketat dengan standar keamanan yang tinggi, mulai dari pemeriksaan kesehatan pendonor hingga proses pasteurisasi untuk memastikan ASI tetap aman dan steril. Di Indonesia, meskipun belum ada bank ASI resmi seperti di negara lain, praktik donor ASI antar ibu mulai populer dan mendapatkan dukungan dari berbagai komunitas.

Proses donor ASI biasanya dilakukan melalui beberapa tahap:
1. Pemeriksaan Kesehatan Pendonor: Sebelum mendonorkan ASI, calon pendonor akan menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan bahwa ASI yang didonorkan aman untuk dikonsumsi oleh bayi lain. Pemeriksaan ini meliputi tes darah untuk mendeteksi penyakit menular seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.


2. Pengumpulan ASI: ASI yang akan didonorkan biasanya diperah dan disimpan di dalam wadah steril. ASI tersebut kemudian dibekukan untuk menjaga kualitasnya sebelum disalurkan kepada bayi yang membutuhkan.


3. Distribusi ASI: ASI yang sudah dikumpulkan akan diberikan kepada bayi yang membutuhkan melalui komunitas pendonor ASI atau melalui fasilitator yang menghubungkan pendonor dan penerima ASI.

Tantangan dalam Donor ASI

Meski sangat bermanfaat, donor ASI bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai manfaat dan keamanan donor ASI. Banyak ibu yang ragu-ragu untuk menerima donor ASI karena kekhawatiran akan kesehatan dan kebersihan ASI yang didonorkan.

Tantangan lain adalah kurangnya regulasi yang jelas mengenai donor ASI di Indonesia. Belum ada standar nasional yang mengatur proses donor ASI, mulai dari pemeriksaan pendonor hingga distribusi ASI. Ini menyebabkan kurangnya koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat, dan dapat mempengaruhi keamanan dan efektivitas dari donor ASI itu sendiri.

Di sisi lain, kesadaran tentang pentingnya ASI dan meningkatnya solidaritas antar ibu juga mendorong lebih banyak inisiatif untuk berbagi ASI di tingkat komunitas. Komunitas-komunitas ini biasanya menyediakan ruang bagi ibu untuk mendiskusikan kebutuhan bayi mereka, serta menawarkan dukungan bagi ibu yang ingin mendonorkan atau menerima ASI.

Contoh Kasus Nyata: 
Sebagai ibu yang bekerja saya memiliki keterbatasan ruang dan waktu untuk memompa ASI selama jam kerja. Sementara ada tanggung jawab besar sebagai ibu yang harus tetap dipenuhi, yaitu memberikan ASI eksklusif. Saya merasa cemas dan bingung ketika menemukan bahwa produksi ASI saya menurun. Namun, berkat bantuan dari komunitas donor ASI, saya menemukan solusi yang sangat membantu.

Dokpri
Dokpri


Setelah beberapa kali berdiskusi, saya bertemu dengan seorang ibu yang tinggal di kota yang sama. Dia memiliki persediaan ASI berlebih dan bersedia menjadi pendonor untuk bayi saya. Rasanya seperti mendapat angin segar di tengah kekhawatiran saya.

Karena kami tinggal di kota yang sama, proses pengiriman ASI menjadi lebih mudah. Kami memanfaatkan jasa aplikasi pengiriman barang untuk mengantarkan donor ASI tersebut. Dengan aplikasi ini, ASI donor bisa dikirim dengan cepat dan aman, tanpa harus repot-repot bertemu langsung di tengah kesibukan kami.

Dokpri
Dokpri


Ketika ASI donor pertama kali tiba, saya merasa sangat lega. Namun, ternyata perjalanan belum selesai. Saat saya mencoba memberikan ASI donor tersebut kepada bayi saya, dia tampak ragu dan menolak. Mungkin karena ada perbedaan rasa yang membuatnya merasa asing.

Menurut artikel dari The Breastfeeding Network, bayi memang membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan ASI donor, terutama jika ada perbedaan rasa atau komposisi dari ASI ibunya. Hal ini sangat umum terjadi, terutama pada bayi yang terbiasa dengan satu jenis ASI.


Meski awalnya menolak, saya tetap sabar dan mencoba lagi keesokan harinya. Dengan penuh harapan, saya terus memberikannya ASI donor tersebut sedikit demi sedikit. Syukurlah, hanya selang satu hari, bayi saya mulai bisa menikmati ASI dari pendonor.

Berdasarkan kasus tersebut maka kita semakin tahu dan disadarkan bahwa donor ASI adalah tindakan mulia yang memberikan harapan bagi bayi-bayi yang membutuhkan nutrisi optimal untuk tumbuh kembang mereka. Meskipun masih menghadapi tantangan terkait regulasi dan kesadaran masyarakat, manfaat dari donor ASI sudah dirasakan oleh banyak keluarga. 

Penting untuk terus meningkatkan kesadaran mengenai donor ASI dan mendorong lebih banyak ibu untuk saling membantu dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Dengan lebih banyak dukungan dan regulasi yang tepat, donor ASI bisa menjadi solusi yang lebih luas dan terorganisir di Indonesia, memastikan bahwa setiap bayi memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan awal kehidupan yang sehat.

**Referensi:**
1. WHO, UNICEF, IDAI, dan Riskesdas 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun