Anti tersenyum lemah. "Aku tidak akan sampai sejauh ini tanpa kalian semua. Terima kasih, Lani. Terima kasih untuk semuanya."
Lani menatap Anti dengan lembut. "Ingat, kemerdekaan itu bukan hanya soal bebas dari kekerasan fisik. Tapi juga bebas dari rasa takut, dari bayangan masa lalu. Kamu pantas mendapatkan itu, Anti."
Anti mengangguk. Kata-kata Lani begitu benar adanya. Selama ini, ia hanya memikirkan bagaimana caranya keluar dari cengkeraman mantan suaminya. Namun, kemerdekaan sejati ternyata lebih dari sekadar fisik. Itu tentang kebebasan dari trauma, dari belenggu emosi yang selama ini menahannya untuk maju.
**
Suatu sore, Anti menerima telepon dari adiknya, Nina. "Kak, aku senang banget dengar kabar kalau Kakak sekarang sudah baik-baik saja. Aku ingin ketemu, boleh?" Anti terdiam sejenak. Sudah lama ia tidak bertemu keluarganya, terutama Nina, adik yang paling dekat dengannya. Rasa rindu mengalir begitu kuat, namun juga disertai sedikit rasa takut. Apakah ia siap bertemu keluarganya lagi setelah semua yang terjadi?
"Baik, Nina. Kita ketemu akhir pekan ini," jawab Anti akhirnya, suara bergetar oleh emosi yang sulit ia tahan.
Akhir pekan tiba, dan Anti menunggu dengan gelisah di sebuah kafe kecil dekat apartemennya. Nina datang dengan senyum lebar dan langsung memeluknya erat.
"Kakak terlihat jauh lebih baik sekarang," kata Nina sambil menatap Anti dengan mata yang berkaca-kaca. Anti hanya tersenyum. "Aku sedang berusaha, Nina. Tapi aku masih merasa berat untuk melupakan semuanya." Nina menggenggam tangan kakaknya. "Kak, tidak ada yang memaksa Kakak untuk melupakan. Tapi aku tahu Kakak kuat. Kita semua tahu. Keluarga selalu ada di belakang Kakak."
Air mata akhirnya jatuh dari mata Anti. Kata-kata Nina menghangatkan hatinya. Meskipun jauh di lubuk hati ia masih merasa terluka, dukungan keluarganya memberikan kekuatan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
**
Beberapa minggu kemudian, di sebuah acara komunitas, Anti berdiri di depan mikrofon. Ruangan itu penuh dengan wanita-wanita lain yang pernah melalui hal serupa. Ini adalah pertama kalinya ia berbicara di depan umum tentang apa yang ia alami.