Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menembus Kabut Ketakutan

27 Agustus 2024   08:54 Diperbarui: 27 Agustus 2024   09:02 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/sunbeams-forest-fog-trees-woods-1547273/

Tangisnya menggema di dalam kamar yang gelap. Hujan deras di luar seakan menggambarkan badai yang berkecamuk di hatinya. Sudah berbulan-bulan, Anti berjuang untuk keluar dari lingkaran kekerasan yang terus mencekiknya. Setiap malam penuh ancaman, setiap pagi terbangun dengan ketakutan akan apa yang akan datang selanjutnya.

Namun, kali ini berbeda. Anti duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya erat-erat. Di layar, ada pesan dari grup pendukung yang selama ini menjadi tempat curhatnya secara diam-diam. Mereka adalah para wanita yang pernah mengalami hal yang sama. Mereka yang mengerti sakitnya tanpa harus banyak bicara.

"Anti, ini waktunya. Kami siap membantumu kapan saja. Kamu tidak sendiri."

Pesan singkat itu seperti cahaya di ujung terowongan gelap. Anti menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Di dalam hati, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk keluar, untuk meraih kebebasan yang selama ini hanya ada dalam mimpinya.

"Tidak akan semudah itu," gumam Anti pada dirinya sendiri. "Tapi aku harus melakukannya."

Malam itu, Anti memutuskan untuk kabur. Komunitas yang selama ini mendukungnya dari balik layar ikut membantu, ia akhirnya meninggalkan rumah yang telah menjadi neraka baginya selama bertahun-tahun. Langkah pertamanya penuh dengan ketakutan, tetapi juga keberanian yang baru saja ia temukan.

**

Dua bulan kemudian, Anti berdiri di balkon apartemen barunya. Udara segar terasa seperti kemewahan yang selama ini tidak pernah ia rasakan. Ia tersenyum kecil, mengingat malam ketika ia pertama kali tiba di sini---takut, gemetar, dan penuh luka, baik di tubuh maupun di hati. Namun, saat ini, ada harapan yang mulai tumbuh. Sebuah suara dari dalam memanggilnya, "Anti, kamu mau teh hangat?" Itu adalah suara Lani, salah satu anggota komunitas yang telah menyelamatkannya. Mereka tinggal bersama sementara, saling mendukung dalam proses pemulihan. "Ya, aku datang," jawab Anti, meninggalkan balkonnya dan masuk ke dalam.

Di ruang tamu, Lani sudah menyiapkan teh dan kue kecil. Mereka duduk bersama, berbicara tentang rencana masa depan. Anti ingin memulai kursus keterampilan, mungkin desain grafis, sesuatu yang bisa ia lakukan dari rumah.

"Kamu semakin kuat, Anti. Aku ingat pertama kali kamu datang ke sini, kamu seperti bayangan dari dirimu sendiri," kata Lani sambil menyeruput tehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun