Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Baris-baris yang Terlupakan

12 Agustus 2024   00:03 Diperbarui: 12 Agustus 2024   00:05 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

---

"Kenapa berhenti nulis, Cha?" tanya Rina sambil menyeruput kopi hitam yang mulai dingin. Suara hujan di luar jendela kedai kopi semakin keras, seakan ikut menegaskan pertanyaan itu.

Ocha menatap layar laptopnya yang mati, seolah mencari jawaban di sana. "Nggak tahu, Rin. Mungkin aku terlalu capek," jawabnya pelan.

Baca juga: Tanpa Notifikasi

Rina mengangguk mengerti. "Tapi kamu dulu suka banget nulis, kan? Apalagi setelah kamu gabung di Kompasiana, kamu semangat banget."

Ocha tersenyum samar. Ingatannya melayang ke saat pertama kali dia memberanikan diri menulis di platform besar itu. Awalnya, menulis hanyalah sebuah pelarian, tempat dia menuangkan segala perasaan yang sulit diucapkan. Buku catatan, laptop, atau bahkan sekadar mengetik di ponsel sudah cukup membuatnya merasa lega. Tapi, ketika dia mendengar tentang Kompasiana dari salah satu temannya, rasa penasaran itu muncul.

"Kalau kamu nulis di sini, bisa dibaca banyak orang. Siapa tahu kamu bisa terkenal," ujar temannya saat itu.

Tentu saja, niat Ocha saat itu bukanlah untuk terkenal. Dia hanya ingin berbagi cerita, pengalaman, dan opini. Lagipula, menulis di Kompasiana terasa seperti tantangan baru baginya. Dia pun mulai menulis dan mempublikasikan tulisannya, meski tidak rutin. Kalau ada ide, dia menulis. Kalau tidak, dia biarkan saja.

Namun, satu hal yang dia tidak pernah duga adalah kenyataan bahwa menulis di Kompasiana bisa menghasilkan uang. "Bayangkan, Cha, kalau kamu rajin nulis setiap hari, kamu bisa dapat penghasilan tambahan," kata Rina suatu hari dengan antusias. Kata-kata itu terus terngiang di benak Ocha.

"Kalau cuma uang, sebenarnya nggak seberapa, Rin. Tapi rasanya menyenangkan aja kalau bisa dapat apresiasi," kata Ocha sambil memutar kembali ingatannya tentang hari-hari awal di Kompasiana. Pada awalnya, Ocha memang tidak terlalu peduli apakah tulisannya akan menjadi tulisan pilihan atau bahkan artikel utama. Dia menulis untuk dirinya sendiri. Tetapi, setelah tahu bahwa menulis bisa menghasilkan, dia mulai merasa tertantang. Setiap hari, dia mulai mencari ide-ide baru, merangkai kata-kata yang lebih menarik, dan berusaha menjaga konsistensi.

"Aku lihat kamu makin sering nulis sejak tahu bisa dapat uang," sindir Rina, membuat Ocha tertawa kecil. Memang, ada masa ketika Ocha begitu giat menulis. Ide-ide muncul tanpa henti, mengalir seperti air yang tak pernah kering. Tapi, seiring berjalannya waktu, dia mulai merasakan beban. Apa yang dulu merupakan pelarian, kini berubah menjadi tuntutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun