Namun, luka yang terlanjur tergores di hati Kirana tak mudah hilang. Kirana menjadi anak yang pendiam dan pemalu. Ia takut membuat kesalahan dan dimarahi Bunda lagi. Tari merasa bersalah dan menyesal telah menyakiti anaknya.
Waktu terus berlalu, Tari berusaha menjadi ibu yang lebih baik. Ia belajar mengendalikan emosinya dan memberikan kasih sayang yang cukup untuk kedua anaknya. Namun, bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya.
Suatu hari, Tari menemukan Kirana sedang menangis di kamarnya. Kirana memeluk boneka kesayangannya erat-erat.
"Kenapa menangis, sayang?" tanya Tari lembut. Kirana mendongak, matanya berkaca-kaca.
"Bunda, apa Bunda masih sayang sama Kakak?" tanyanya lirih. Hati Tari hancur berkeping-keping. Ia memeluk Kirana erat-erat dan menangis bersamanya.
"Maafkan Bunda, sayang. Bunda sangat menyayangimu," isak Tari. Kirana membalas pelukan Tari, air matanya membasahi bahu Bunda.
Tari menyadari bahwa luka yang ia torehkan pada Kirana tak akan pernah hilang sepenuhnya. Ia harus belajar hidup dengan penyesalan itu dan berusaha menjadi ibu yang lebih baik setiap harinya. Tari berharap suatu hari nanti Kirana bisa memaafkannya sepenuhnya dan melupakan masa lalu yang kelam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H