Jantungku seakan berhenti berdetak. "Jadi, kamu memilih dia?"
Rani menatapku dengan mata penuh penyesalan. "Aku tidak memilih dia karena dia lebih baik dari kamu, Bagas. Aku memilih dia karena aku lelah harus selalu berjuang sendirian. Aku butuh seseorang yang bisa berjalan bersamaku, bukan melawan arus bersamaku."
---
Kembali ke malam itu, aku hanya bisa menatapnya dalam diam. "Aku harap kamu bahagia," kataku akhirnya, meski hati ini terasa hancur berkeping-keping.
Rani mengangguk, matanya masih berkaca-kaca. "Aku juga berharap yang sama untukmu, Bagas."
Ketika ia berbalik dan berjalan menjauh, aku merasakan kekosongan yang mendalam. Jakarta dengan gemerlap lampunya tidak lagi sama tanpa dirinya di sisiku.
Senja itu menyimpan kisah kami, tentang cinta yang tak mampu menembus batas-batas yang ditetapkan oleh dunia. Rani, di mana pun kamu berada, terima kasih atas setiap momen yang pernah kita lalui bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H