Perundungan, dalam segala bentuknya, adalah fenomena sosial yang merusak dan merugikan. Â Perundungan adalah tindakan agresif, diskriminatif, dan berulang terhadap individu yang dianggap lemah atau berbeda. Itu bisa terjadi di sekolah, tempat kerja, atau bahkan di dunia maya. Perundungan tidak hanya menyebabkan dampak fisik dan psikologis yang serius pada korban, tetapi juga mengganggu hubungan sosial dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat.
Emosi yang tidak terkendali dapat menyebabkan reaksi impulsif dan perilaku agresif. Jika seseorang tidak mampu mengelola emosi negatifnya, risiko terlibat dalam perundungan menjadi lebih tinggi.
Sehingga mengelola emosi adalah keterampilan penting yang harus dikuasai  oleh setiap individu. Â
Seperti yang kita ketahui perundungan sering kali timbul dari rasa tidak aman dan rendah diri. Pelaku perundungan seringkali mencari cara untuk meningkatkan rasa kekuatan dan kontrol mereka dengan merendahkan orang lain.Â
Sementara korban perundungan sering mengalami gangguan emosional yang serius. Mereka dapat merasa terjebak dalam perasaan tak berdaya, malu, dan ketakutan. Dalam situasi ini, pengelolaan emosi menjadi kunci dalam memulihkan diri dan mengatasi dampak psikologis dari perundungan. Korban perlu belajar bagaimana mengenali dan mengatasi emosi negatif, seperti marah, takut, atau sedih, dan membangun kepercayaan diri serta pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri.
Selain itu, lingkungan sekolah atau tempat kerja yang mendukung pengelolaan emosi juga dapat mencegah perundungan. Ketika kita bisa mengelola emosi secara sehat, maka  cenderung lebih mampu menghadapi tekanan dan konflik tanpa menggunakan kekerasan atau perilaku perundungan.
Orang tua serta pendidik memainkan peran kunci dalam membantu anak mengenali, memahami, dan mengelola emosi negatif dengan cara yang sehat. Sehingga penting bagi orang tua untuk memiliki pendekatan praktis dalam mengatasi emosi negatif pada anak-anak, seperti:
1. Mendengarkan dan Mengakui Emosi Anak
Pendekatan pertama yang efektif adalah dengan mendengarkan dan mengakui emosi anak. Ketika anak merasa sedih, marah, atau frustasi, orang tua terkadang abai terhadap perasaan anak-anak.Â
Mungkin banyak orang tua yang menilai apa yang dirasakan anak-anak itu tidak penting karena toh mereka tidak punya beban berat seperti orang tua harus mencari nafkah dll. Namun, penilaian tersebut salah. Justru kita sebagai orang tua perlu memberikan perhatian penuh dan mendengarkan dengan empati. Kita harus memberikan ruang untuk berbicara tentang perasaan mereka.Â
Hal ini membantu anak merasa didengar dan dihargai, sehingga mereka merasa lebih nyaman dalam mengungkapkan emosi mereka tanpa langsung menawarkan solusi atau mengkritik. Orang tua juga perlu mengakui emosi anak dengan mengatakan hal-hal seperti, "Aku mengerti kamu sedang marah" atau "Aku tahu kamu merasa kecewa." Ini membantu anak memvalidasi dan memahami emosi mereka sendiriÂ
2. Memberikan Contoh Perilaku Positif
Orang tua memiliki peran sebagai model perilaku bagi anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan contoh perilaku positif dalam mengelola emosi negatif. Misalnya, jika orang tua merasa marah, mereka dapat menunjukkan cara yang sehat untuk mengungkapkan kemarahan dengan berbicara dengan tenang dan mengendalikan diri. Â
Lalu jika anak merasa sedih, orang tua dapat menunjukkan bahwa menangis adalah cara yang sehat untuk mengungkapkan emosi tersebut. Contoh perilaku yang baik dari orang tua membantu anak-anak belajar bagaimana mengelola emosi dengan cara yang tepat dan membangun pola pikir yang positif.Â
3. Mengajarkan Keterampilan Regulasi Emosi
Keterampilan regulasi emosi merupakan kunci penting dalam mengelola emosi negatif. Orang tua dapat mengajarkan anak keterampilan ini dengan memberikan strategi yang sederhana dan mudah dipahami. Misalnya, mereka dapat mengajarkan anak untuk mengambil napas dalam-dalam saat mereka merasa marah. Hal itu biasanya saya lakukan di depan kelas saat kesabaran saya sudah hampir habis karena sikap anak-anak yang saya sebut 'menggemaskan'.Â
Saya akan tarik dan hembuskan nafas sebanyak tiga kali dan anak-anak sudah hafal kalau saya sedang emosi. Mereka spontan berkata, 'sabar ya bu.. ini ujian.. ' alhasil kelas yang tadinya tegang jadi cair karena celetukan tersebut.Â
Tidak hanya teknik pernapasan aktivitas fisik seperti berlari atau melompat juga bisa jadi cara untuk mengatasai emosi negatif. Sebagai orang tua kita juga harus memberikan wawasan bahwa memahami dan mengidentifikasi emosi  sangat penting untuk perkembangan diri. Ingatkan pula emosi adalah hal normal dan dapat diatasi.Â
4. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung
 Orang tua perlu menciptakan lingkungan yang aman dan stabil di rumah, di mana anak merasa diterima dan didukung. Hal ini dapat dilakukan dengan menghindari konflik yang berlebihan, mendengarkan pendapat anak, dan memberikan perhatian yang cukup kepada mereka. Orang tua juga dapat melibatkan anak dalam kegiatan yang positif dan menyenangkan, seperti bermain bersama, membaca buku, atau melakukan hobi bersama. Ini membantu mengurangi stres dan meningkatkan ikatan antara orang tua dan anak.
5. Berkomunikasi dengan Terbuka dan Empati
Komunikasi yang terbuka dan empati adalah kunci dalam mengelola emosi negatif anak. Orang tua perlu memberikan ruang bagi anak untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau diabaikan.Â
Mendengarkan dengan empati dan memberikan respon yang mendukung dapat membantu anak merasa didengar dan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Selain itu, orang tua juga perlu mengajarkan anak untuk berkomunikasi dengan cara yang sehat dan mengajak mereka untuk mencari solusi bersama saat menghadapi masalah atau konflik.
Kelola emosi negatif pada anak memang sebuah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran. Tidak ada pendekatan yang sempurna, dan setiap anak adalah unik dalam cara mereka merespon dan mengatasi emosi.Â
Namun, dengan beberapa pendekatan praktis  tersebut kita dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan yang kuat dalam mengatasi emosi negatif dan tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional terhindar dari perundungan. Sebab perundungan merupakan masalah serius yang memengaruhi banyak individu dan masyarakat.Â
Tentunya, mengelola emosi bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi perundungan. Masalah perundungan harus ditangani secara menyeluruh melalui pendekatan yang melibatkan edukasi, intervensi, dan dukungan sosial.Â
Namun, pengelolaan emosi memainkan peran penting dalam mencegah perundungan dengan mereduksi ketegangan dan meningkatkan kesejahteraan emosional anak-anak menuju masyarakat yang lebih aman dan saling mendukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H